Kamis, Februari 28, 2008

Aneh Tapi Nyata : Bunga Mawar Berwajah Manusia

Sebelumnya saya ingin meyakinkan anda bahwa foto di samping ini bukan rekayasa. Foto itu saya ambil dengan kamera Handphone Motorola C261, itu pun tidak disengaja. Suatu hari suami saya memberikan saya sekuntum mawar merah sepulangnya dari kerja, saking kegirangannya momen itu saya abadikan (norak banget ya, he he…) bunga mawar itu saya potret sehingga tampak dari samping dan dari atas, karena pikir saya bunga itu akan cepat layu dan tak seindah ketika saya menerimanya dari tangan suami. Hasil foto itu tampak dari samping normal-normal saja, tapi ketika melihat foto yang saya ambil dari atas (kelopaknya saja tanpa terlihat tangkainya), tampak dengan jelas di bagian tengah bunga itu ada wajah laki-laki, membentuk mata, hidung dan mulut. Padahal ketika saya melihat bunga aslinya, bagian tengah kelopak bunga mawar tersebut sama sekali tidak membentuk maupun terlihat wajah manusia, artinya bentuk wajah itu hanya terlihat di dalam foto. Sekali lagi, ini bukan rekayasa!

Senin, Februari 18, 2008

Cara Setting GPRS Untuk Handphone LG KG200 (Operator ProXL)

Di jaman tekhnologi ini, Handphone sudah semakin canggih. Yang dulunya HP hanya bisa untuk telpon dan sms, sekarang bukan Cuma bisa buat sms dan telpon tapi juga punya bermacam fasilitas. Diantaranya, bisa buat dengerin radio dan MP3. bisa MP4, ada kamera, video, bahkan bisa nonton TV juga…! Kita juga bisa browsing internet melalui HP! Wow…seakan-akan dunia ada di genggaman jika kita punya HP yang memiliki semua fitur tersebut.

Kecanggihan tekhnologi dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, Belakangan, dengan adanya kamera video di HP, banyak beredar video porno yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Handphone, oleh mereka dijadikan alat untuk menyebarkan kemaksiatan sekaligus mengajak orang lain untuk ikut dalam kemaksiatan yang mereka perbuat. Tidak hanya menyebarkan, kamera HP juga digunakan untuk merekam atau memotret perzinahan yang mereka lakukan. Astaghfirullah!

Kita sebagai seorang muslim tentu harus dapat memilih dan memilah yang mana yang haq dan bathil. Sudah seharusnya kecanggihan tekhnologi kita gunakan untuk meringankan tugas-tugas kita, pekerjaan kita, dan tentunya untuk kemaslahatan.

Ada satu fitur Handphone yang sangat saya rasakan manfaatnya. Kebetulan, saya butuh untuk sering online, maka browsing lewat HP sangat bermanfaat buat saya, bisa dimana saja dan kapan saja. Tentu saja untuk dapat browsing, GPRS kita harus aktif dulu, bagi pengguna Pro XL caranya mudah, telpon saja ke 818 dan minta pada operator untuk mengaktifkan GPRS anda.

Selanjutnya, lakukan langkah-langkah berikut ini :

  • Buka menu browser
  • Pilih Account Data (nomor 2)
  • Pilih GPRS (nomor 2)
  • Pilih Account 1 (nomor 1)
  • Nama Account : Account 1
  • APN : http://www.xlgprs.net
  • Nama Pengguna : xlgprs
  • Password : proxl
  • Otorisasi Tipe : normal
  • Kembali ke menu Browser
  • Pilih WAP (nomor 1)
  • Pilih pengaturan (nomor 6)
  • Edit Profil
  • Pilih profil 1 (nomor 1)
  • Pilih Edit Profil (nomor 2)
  • Ganti Nama : Profil 1
  • Homepage : http://www.wap.lifeinhand.com
  • Account Data : Account 1
  • Koneksi : HTTP (nomor 3), alamat proxy : 202. 152. 240. 050

Port Proxy : 8080

  • Nama Pengguna : xlgprs
  • Password : proxl
  • Aktifkan profil (nomor 1)

Rabu, Februari 13, 2008

Hikmah Dari Sebatang Pohon


Di halaman depan rumah saya terdapat sebatang pohon belimbing. Pohon tersebut selalu berbuah tak kenal musim. Buahnya besar, kuning dan manis rasanya, terasa begitu segar dinikmati saat cuaca panas, sarinya yang melimpah mampu melenyapkan dahaga yang mencekik kerongkongan..

Bukan hanya buahnya, batang pohonnya yang kokoh dengan dedaunan yang rimbun dijadikan sebagai tempat berteduh bagi para pedagang yang letih menjajakan dagangannya. Angin yang meniup dedaunannya menghadirkan suasana sejuk bagi mereka yang beristirahat di bawahnya. Saya lantas berfikir, berapa banyak pahala yang mengalir bagi orang yang menanam pohon itu. Buah dari pohon itu seakan tak habis-habis untuk dinikmati oleh orang banyak, dari buah belimbing yang saya bagikan pada tetangga, menjadi jalan untuk membangun silaturahmi. Dari rimbunnya dedaunan, menjadi tempat para pedagang berhenti sejenak, dan tempat bermain yang asyik bagi anak-anak. Dari sebatang pohon di halaman depan rumah, menjadi ladang amal buat saya.

Namun belakangan, saya mulai mengeluh dengan daun dan buahnya yang berjatuhan mengotori halaman rumah. Saya harus beberapa kali dalam sehari menyapu halaman. Pagi-pagi halaman sudah kotor oleh daun dan buah busuk yang berjatuhan, belum lama setelah disapu, halaman sudah kotor lagi, begitu seterusnya. Uh, capek rasanya. Tetangga pun mengeluh karena halaman rumah mereka ikut kotor. Mereka harus mengeluarkan tenaga lebih untuk sering menyapu agar lingkungan perumahan tempat tinggal kami selalu terlihat bersih.

Demikianlah tabiat dasar manusia, suka berkeluh kesah. Saat ditimpa sedikit saja kesulitan, kita berkeluh kesah dan lupa akan semua kelapangan, kesenangan dan kenikmatan yang telah kita rasakan. Lupa dengan segar dan nikmatnya buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut. Lupa dengan kesejukan angin yang dihadirkan oleh lambaian dedaunannya. Padahal, rasa letih dan susah payah menyapu halaman tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang telah diberikan oleh pohon tersebut. Dan lagi, sedikit kepayahan dan keletihan itu tidak lain adalah untuk kebaikan kita sendiri, yaitu terhindar dari penyakit yang ditimbulkan oleh sampah.

Pada segala kenikmatan yang Allah berikan pun seringkali kita lupa. Ketika Allah memberikan sedikit ujian, kita mengeluh dan bertanya, “Apa dosa saya ?, apa salah saya ?”. Padahal bila kita renungkan, kesulitan yang kita hadapi hanya-lah seujung kuku bila dibandingkan dengan beribu-ribu nikmat yang kita dapatkan.

Bila kita mendapatkan kelapangan rejeki dari Allah, maka disaat yang sama ada orang lain yang kesulitan untuk mendapatkan segenggam beras. Seharusnya kita bersyukur.

Bila kita mempunyai pasangan yang soleh/solehah, maka disaat yang sama ada orang lain yang pasangannya tak setia dengan akhlaq yang buruk. Seharusnya kita bersyukur.

Bila kita mempunyai kaki untuk berjalan, mata untuk melihat, tangan untuk berbuat, tubuh yang sehat, maka disaat yang sama ada orang lain yang tidak memiliki kaki, mata yang buta, tangan yang buntung, tubuh yang tak berdaya karena digerogoti penyakit. Seharusnya kita bersyukur.

Mungkin kita telah bersyukur, segala nikmat yang ada pada diri kita telah kita syukuri, namun seringkali rasa syukur itu lenyap tak berbekas bila Allah memberi kita sedikit ujian, kita lupa bahwa ujian-pun merupakan nikmat dari Allah yang harus kita syukuri. Marah, kesal, berkeluh kesah. Kita merasa orang yang paling tidak beruntung, orang yang paling menderita dan sengsara. Kita tidak menyadari bahwa ujian, sedikit kepedihan, sedikit kesengsaraan dan penderitaan akan membawa kita pada kenikmatan yang lebih besar. Kita akan tahu betapa nikmatnya merasa bahagia, betapa nikmatnya rasa syukur setelah merasakan kesusahan dan penderitaan. Kita akan tahu bahwa ujian yang kita alami adalah antibody yang nantinya akan membuat kita lebih kuat. Dan kita akan tahu bahwa Allah memberikan kita ujian tidak lain adalah untuk kebaikan diri kita sendiri. (chy-kh)

Selasa, Februari 12, 2008

Cara Setting GPRS Untuk Handphone LG KG 200 (operator ProXL)


Di jaman tekhnologi ini, Handphone sudah semakin canggih. Yang dulunya HP hanya bisa untuk telpon dan sms, sekarang bukan Cuma bisa buat sms dan telpon tapi juga punya bermacam fasilitas. Diantaranya, bisa buat dengerin radio dan MP3. bisa MP4, ada kamera, video, bahkan bisa nonton TV juga…! Kita juga bisa browsing internet melalui HP! Wow…seakan-akan dunia ada di genggaman jika kita punya HP yang memiliki semua fitur tersebut.

Kecanggihan tekhnologi dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, Belakangan, dengan adanya kamera video di HP, banyak beredar video porno yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Handphone, oleh mereka dijadikan alat untuk menyebarkan kemaksiatan sekaligus mengajak orang lain untuk ikut dalam kemaksiatan yang mereka perbuat. Tidak hanya menyebarkan, kamera HP juga digunakan untuk merekam atau memotret perzinahan yang mereka lakukan. Astaghfirullah!

Kita sebagai seorang muslim tentu harus dapat memilih dan memilah yang mana yang haq dan bathil. Sudah seharusnya kecanggihan tekhnologi kita gunakan untuk meringankan tugas-tugas kita, pekerjaan kita, dan tentunya untuk kemaslahatan.

Ada satu fitur Handphone yang sangat saya rasakan manfaatnya. Kebetulan, saya butuh untuk sering online, maka browsing lewat HP sangat bermanfaat buat saya, bisa dimana saja dan kapan saja. Tentu saja untuk dapat browsing, GPRS kita harus aktif dulu, bagi pengguna Pro XL caranya mudah, telpon saja ke 818 dan minta pada operator untuk mengaktifkan GPRS anda.

Selanjutnya, lakukan langkah-langkah berikut ini :

  • Buka menu browser
  • Pilih Account Data (nomor 2)
  • Pilih GPRS (nomor 2)
  • Pilih Account 1 (nomor 1)
  • Nama Account : Account 1
  • APN : http://www.xlgprs.net
  • Nama Pengguna : xlgprs
  • Password : proxl
  • Otorisasi Tipe : normal
  • Kembali ke menu Browser
  • Pilih WAP (nomor 1)
  • Pilih pengaturan (nomor 6)
  • Edit Profil
  • Pilih profil 1 (nomor 1)
  • Pilih Edit Profil (nomor 2)
  • Ganti Nama : Profil 1
  • Homepage : http://www.wap.lifeinhand.com
  • Account Data : Account 1
  • Koneksi : HTTP (nomor 3), alamat proxy : 202. 152. 240. 050

Port Proxy : 8080

  • Nama Pengguna : xlgprs
  • Password : proxl
  • Aktifkan profil (nomor 1)

Selasa, Februari 05, 2008

Dimana Bahagia Berada

Adalah seorang Rima, datang mengadu pada sang Ayah dengan membawa segunung beban yang menghimpit dadanya. Di biarkannya air matanya mengalir demi untuk melepaskan sesak yang terus menerus mendera batinnya. Persoalan demi persoalan bagai bayangan yang mengikuti kemana pun ia melangkah. Sebuah pertanyaan bernada putus asa di ajukannya pada sang Ayah,
“Ayah…Di manakah bahagia itu berada? Apakah di langit ke tujuh? Ataukah di Surga? Bila bahagia berada sejauh itu, mengapa orang lain dapat merasakan bahagia sedang ananda tidak???”.


Rima tidak sendirian, ada ribuan bahkan jutaan Rima yang putus asa dalam pencariaannya menuju bahagia. Bahkan tidak sedikit yang mengambil jalan pintas menyelesaikan persoalan hidupnya dengan jalan mengakhiri hidup, padahal bunuh diri justru akan menambah berat persoalannya di akhirat, ia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di hadapan Sang Pemilik Kehidupan.

Apakah Anda bahagia?

Cobalah pertanyaan itu kita ajukan pada batin kita yang terdalam. Mungkin ia akan menjawab “Ya”, ketika teringat pada perekonomian yang telah mapan, pada kehidupan rumah tangga yang harmonis, pasangan yang baik dan setia, anak-anak yang lucu. Ah… lengkap sudah kebahagiaan anda. Namun coba bayangkan bila semua itu tiba-tiba hilang dari diri anda. Pasangan yang anda cintai mendahului anda menghadap Pencipta-nya, atau… seorang anak anda sakit yang sangat parah!. Mungkinkah anda masih merasakan bahagia…?

Seorang disebut orang yang bahagia bila dalam keadaan senang atau pun susah, lapang maupun sempit ia tetap merasa bahagia. Sedang seorang yang merasakan bahagia hanya ketika kelapangan memenuhi hidupnya, ia adalah seorang yang memiliki kebahagiaan. Bila kelapangan itu berganti kesempitan, bahagia itu akan hilang dari dirinya.

Maka kunci utama menjadi orang yang bahagia adalah dengan menciptakan bahagia itu di hati kita melalui rasa SYUKUR. Ya ! bahagia itu ternyata tidak perlu di cari, namun ia dapat kita ciptakan atau hadirkan di hati kita.

Rasulullah SAW memberikan teladan kepada kita untuk selalu mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai tanda syukur kita. Dengan memaknai “Alhamdulillah” tidak hanya dengan lisan juga dengan hati kita yang sungguh-sungguh meyakini bahwa apa yang terlihat sempit belum tentu sempit, sebaliknya yang terlihat lapang belum tentu lapang.

Kebahagiaan itu tak dapat di ukur oleh apa pun, tidak oleh materi, tidak oleh kecantikan dan ketampanan fisik, tidak pula oleh kedudukan ataupun jabatan. Kebahagiaan itu ada karena rasa syukur terhadap apa-apa yang ada dan tidak ada pada diri kita, pada apa yang ada dan tidak kita miliki. Tak sedikit orang yang tak memiliki harta, hidup selalu dalam kemiskinan dan penderitaan namun ia merasa bahagia. Dan tak sedikit pula orang yang bergelimang dengan harta, jabatan atau ketenaran namun tak sedikit pun merasa bahagia, hidupnya gelisah, stress, kemudian mencari bahagia dengan mengkonsumsi narkoba yang akan memberikannya kebahagiaan sesaat yang semu.

Maka mulailah memaknai “Alhamdulillah” dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita. Dia telah memberikan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia memberikan kita udara hingga kita dapat bernafas. Dia memberikan kita mata, hidung, kaki dan tangan. Kita berada dalam kenikmatan yang tiada tara namun sering kita tidak menyadarinya. Seringkali kita menghabiskan waktu kita memikirkan sesuatu yang tidak ada sehingga lupa mensyukuri yang sudah ada. Sesungguhnya yang demikian itulah yang akan menghalangi kebahagiaan itu hadir di hati anda. Dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah berikan pada Anda, memaknainya dengan “Alhamdulillah”, dan berbagi kenikmatan pada orang-orang disekitar anda -tidak selalu dengan harta yang anda miliki-, dengan senyum ketulusan, dengan kebaikan pekerti anda, dengan kasih sayang anda pada sesama makhluk, anda pasti akan menjadi orang yang berbahagia lahir dan bathin!.



Yang sedang belajar bersyukur,
Cahaya Khairani

Senin, Februari 04, 2008

TIPS! Mengatasi Insomnia

Insomnia adalah penyakit sulit tidur di malam hari, sehingga membuat seseorang hanya bolak-balik di atas ranjang. Untuk mengatasinya, hendaknya melakukan hal-hal berikut :

1. Membaca dzikir-dzikir yang sesuai dengan syariah

(Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. QS. Ar-Ra’d:28)

2. Tidak tidur di siang hari kecuali terpaksa

(Dan kami jadikan siang untuk mencari kehidupan. QS. An-Naba:11)

3. Membaca dan menulis untuk memancing kantuk

(Ya Rabb ku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. QS. Thaha:114)

4. Membuat tubuh lelah dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat.

(Dan, Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. QS. Al-Furqon:47)

5. Mengurangi konsumsi makanan atau minuman stimulan seperti kopi dan teh

(Sumber: Buku La Tahzan)

Surat Cinta Untuk Sahabat

Teruntuk : Sahabatku

Di Bumi Allah

Bagaimana kabarmu sahabatku…? Telah lewat empat minggu kau tidak menghiraukanku. Sapaku tak kau balas, pesan-pesan singkatku tak kau jawab. Sejujurnya, aku kangen. Pada kebersamaan kita, pada canda tawa kita, pada perhatian dan kebaikan hatimu juga pada cerita-cerita sedihmu. Adakah kau merasakan rindu yang sama, sahabat…? Bila kau merindukannya, bukalah hatimu untuk memaafkanku, bila kau tidak, maka kau harus memaafkanku demi cintamu pada Yang Maha Pemaaf. Bukankah kau sangat mengetahui bahwa Dia membenci umat yang memutuskan silaturahim…? Empat minggu telah berlalu…sedang Rasul-mu memberi batas waktu tiga hari saja.

Sejak sms terakhirku, sikapmu berubah padaku. Sejak itu pula aku terus bertanya-tanya.

“Apakah sebuah kesalahan bila aku ingin menjadi cermin bagi dirimu, sahabatku…?”

Barisan kalimat yang kurangkai dengan sayang, semata ingin agar kau bangkit dari keterpurukan, membalut luka, menghapus air mata, untuk kemudian melangkah dengan kelapangan dada.

“Sahabatku, sekarang bukan lagi saatnya kau terus bertanya, mengapa ia begini? Mengapa ia begitu? Bertanya mengapa hanya akan menimbulkan prasangka-prasangka. Biarkan proses ta’arufmu berakhir dengan indah, dengan ucapan maaf dan terima kasih. Sekarang saatnya kau bertanya, apa yang akan kau kerjakan untuk hidupmu sementara jodoh itu belum datang…”

Ah, sahabatku…aku memang tak cukup arif untuk memberimu nasihat. Mungkin seharusnya aku tetap menjadi pendengar yang baik dan motivator bagimu. Tak sepatutnya aku menasihatimu di saat kepercayaanmu padaku belum lagi pulih. Yah…walau kau coba menguburnya jauh di dasar hatimu, aku dapat merasakan kepercayaan itu tidak mudah untuk kau hadirkan kembali setelah konflik yang terjadi di antara kita dua tahun yang lalu…

Malam itu, usai waktu maghrib, kau menangis di hadapanku, meluapkan seluruh perasaanmu dengan emosi yang tidak dapat kau kendalikan lagi. Kau marah, takut, kecewa dan sedih yang amat sangat…terhadap dosen pembimbing skripsimu yang menurutmu “killer”, suka membentak, dan mengolok-olok mahasiswanya. Kau mengaku selalu ketakutan bila akan menghadapnya dan berurai air mata usai menghadapnya. Ucapan beliau selalu menyakitkan hatimu.

Sahabat, kita mempunyai dosen pembimbing skripsi yang sama, namun apa yang kau rasakan terhadap beliau tidak pernah kurasakan. Aku tahu kenapa, karena kau mempunyai perasaan yang sangat ‘halus’. Kau sangat mudah mengeluarkan air mata (Itu telah kau akui), marah, sedih, kesal, kecewa, bahkan merasa bahagia pun kau menangis. Sering, penerimaanmu negatif pada ucapan orang lain. Ini yang kadang membuatku serba salah di hadapanmu, aku harus super hati-hati memilih kata-kata yang tepat agar dapat kau terima tanpa tersinggung dan berurai air mata. Dengan perasaan ‘halus’ seperti itu, aku dapat memahami bila kau mengaku trauma kembali menghadap dosen untuk konsultasi. Rasa takut itu ternyata terus membayangi langkahmu, menguasaimu hingga kau memilih menunda-nunda penyelesaian skripsimu.

Sahabatku, melihat air mata yang membanjiri pipimu malam itu membuat hatiku tesayat-sayat, betapa inginnya aku mengurangi bebanmu, membantumu kembali berpijak hingga sukses kau raih. Maka otakku pun bekerja mencari jalan keluar. Kemudian, sebuah solusi kutemukan.

***

Bapak (begitu kita menyebutnya) tertawa tak percaya begitu kuceritakan permasalahanmu. Beliau tak menyangka bila ada mahasiswa yang merasa bermasalah dengannya. Bapak memang seorang dosen yang bisa dikatakan dekat dengan mahasiswa, dan sangat perhatian dengan mahasiswa bimbingannya, bukan itu saja, beliau juga suka menolong mahasiswa dengan caranya sendiri yang mahasiswa itu tidak menyadari bahwa ia sedang ditolong Aku sedikit menyesalkan, mengapa kau tidak dapat mengabaikan kekurangan bapak yang kau katakana suka membentak, menyinggung perasaan orang lain dengan mengolok-olok? Bukankah melihat pada kebaikannya akan menjadikanmu merasa lebih baik…?

“Aku sudah berusaha mengingat kebaikan-kebaikan bapak, tapi tetap saja aku merasa sakit dengan sikap dan perkataannya…”

Baiklah kalau begitu, aku akan melakukan sesuatu untukmu, sahabat. Melepaskanmu dari rasa takut dan sakit itu, juga membantu bapak agar ia menyadari, ada hati yang terdzolimi oleh sikap dan perkataannya, hatimu sahabat…

“Kalaupun saya marah, itu bukan dari hati. Saya marah hanya di mulut saja, setelah itu ya sudah, saya lupakan”. Begitulah bapak menyatakan argumennya.

Aku mengerti. Sebagaimana dengan bapak, aku pun mempunyai karakter marah yang hampir sama. Aku akan menangis bila marah, air mataku tak mampu ku tahan. Bila telah menumpahkan seluruh hatiku dan semua alasan yang membuat aku marah, aku akan kembali tersenyum bahkan tidak ingat lagi dengan kemarahanku. Aku pun jadi lebih sayang pada orang yang membuatku marah sebagai tebusan rasa malu dan penyesalan atas kemarahanku.

Tapi tentu saja tidak setiap orang mempunyai karakter marah yang sama. Ada orang yang tidak mudah marah namun bila marah, sangat sulit untuk reda. Ada pula yang tidak mudah marah, mudah pula redanya. Dan ada kau, yang setiap kali marah lebhi suka memendamnya, bila terusik sedikit saja akan meledak seperti bom waktu. Maka dengan hati-hati kukatakan pada bapak.

Ada sebagian orang yang perasaannya sangat ‘halus’, sehingga intonasi bicara bapak yang memang seperti itu diterima sebagai bentakan, gurauan bapak diterima sebagai olokan. Teman saya ini mempunyai perasaan yang sangat halus, mungkin bapak bisa sedikit merubah cara bicara bapak di depannya, supaya dia tidak takut lagi menghadap bapak…”.

Sahabatku, setelah pembicaraan itu, aku yakin sekali bapak akan berubah sikap, setidaknya di depanmu. Aku percaya, sebagai seorang pendidik tentu beliau tidak ingin anak didiknya gagal hanya karena takut padanya. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kata-kata ketus keluar dari mulutmu.

“Teganya kamu cerita masalahku ke bapak! Bapak itu karakternya memang seperti itu, sampai kapan pun dia tidak akan berubah!”.

Sahabat, seingatku aku telah meminta ijinmu, mungkin kau lupa sehingga reaksimu sedemikian berang. Wajahmu merah padam, sempat tersorot kebencian di matamu. Tiba-tiba aku merasa, setelah ini kau tidak akan mempercayai aku lagi…

***

Sahabat, dua tahun kemudian kau bercerita padaku, sejak peristiwa itu sikap bapak berubah. Bapak sangat ramah bila kau datang menghadapnya, beliau juga menurunkan emosinya segera begitu melihatmu datang, walau sebelumnya beliau tengah memarahi mahasiswa ‘bandel’ yang tidak mengikuti arahannya. Kau tidak harus takut dan menangis lagi, kau bisa berkonsultasi dengan nyaman, dan kau pun akhirnya dapat menyelesaikan skripsimu dengan nilai A.

Diam-diam aku bersyukur…

Namun, rasa sakit itu masih tersisa di hatimu. Kau masih mengungkitnya dan menyalahkan aku…

***

Sahabatku sayang…

Suatu hari, seorang sahabat berkata pada Rasulullah. “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai si Fulan”. Sahabat itu menunjuk pada seorang laki-laki yang berada tidak jauh dari tempatnya dan Rasulullah berdiri. Mendengar perkataan sahabat, Rasulullah menyuruh sahabat itu untuk mengatakan rasa cintanya itu kepada si Fulan.

Aku tak cukup punya keberanian untuk mendatangimu dan mengatakannya, sahabat… Lidahku selalu terasa kelu untuk mengatakannya. Maka biarlah goresan pena ini yang menyampaikannya padamu.

“Sahabat, aku menyayangimu karena Allah”

Dan rasa sayang itulah yang mendorongku untuk berjanji pada diriku sendiri ketika kau mengeluh padaku.

“Mengapa teman-teman yang sudah menikah sekarang jadi cuek, tidak peduli lagi pada keadaan saudaranya…?”.

Saat itulah aku berjanji dalam hati, bila saatnya aku menikah nanti, aku akan tetap peduli pada teman-temanku, Memberi ruang pada mereka di hatiku, dan selalu ada bila mereka membutuhkanku. Karena boleh jadi, pernikahan diijinkan Allah terjadi disebabkan oleh do’a saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, yang dengan ketulusan mereka telah mampu membuka pintu langit. Allah mendengar, dan mengabulkan do’a mereka, kemudian mengirimkan jodoh untukku juga untukmu…

Untuk itulah sahabatku, sebisa mungkin kuluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhanmu, bahkan terkadang aku terlalu ingin menyelam jauh ke dasar hatimu, yang kau tanggapi dengan dingin.

“Jangan kira kamu mengerti tentang aku”.

Kau benar sahabat, delapan tahun belumlah cukup untuk aku dapat mengerti dirimu…karena itu, ijinkan aku tetap di sisimu untuk berusaha lebih keras lagi belajar mengerti…Ijinkan aku membayar janjiku…

Sahabatku, maafkanlah aku, bukalah hatimu untuk kembali mempercayaiku, untuk kembali merajut persahabatan yang indah seperti dulu…

Jogjakarta, 8 Sepetember 2007

Dariku,

Sahabatmu

Surat Cinta Untuk Sahabat

Teruntuk : Sahabatku

Di Bumi Allah

Bagaimana kabarmu sahabatku…? Telah lewat empat minggu kau tidak menghiraukanku. Sapaku tak kau balas, pesan-pesan singkatku tak kau jawab. Sejujurnya, aku kangen. Pada kebersamaan kita, pada canda tawa kita, pada perhatian dan kebaikan hatimu juga pada cerita-cerita sedihmu. Adakah kau merasakan rindu yang sama, sahabat…? Bila kau merindukannya, bukalah hatimu untuk memaafkanku, bila kau tidak, maka kau harus memaafkanku demi cintamu pada Yang Maha Pemaaf. Bukankah kau sangat mengetahui bahwa Dia membenci umat yang memutuskan silaturahim…? Empat minggu telah berlalu…sedang Rasul-mu memberi batas waktu tiga hari saja.

Sejak sms terakhirku, sikapmu berubah padaku. Sejak itu pula aku terus bertanya-tanya.

“Apakah sebuah kesalahan bila aku ingin menjadi cermin bagi dirimu, sahabatku…?”

Barisan kalimat yang kurangkai dengan sayang, semata ingin agar kau bangkit dari keterpurukan, membalut luka, menghapus air mata, untuk kemudian melangkah dengan kelapangan dada.

“Sahabatku, sekarang bukan lagi saatnya kau terus bertanya, mengapa ia begini? Mengapa ia begitu? Bertanya mengapa hanya akan menimbulkan prasangka-prasangka. Biarkan proses ta’arufmu berakhir dengan indah, dengan ucapan maaf dan terima kasih. Sekarang saatnya kau bertanya, apa yang akan kau kerjakan untuk hidupmu sementara jodoh itu belum datang…”

Ah, sahabatku…aku memang tak cukup arif untuk memberimu nasihat. Mungkin seharusnya aku tetap menjadi pendengar yang baik dan motivator bagimu. Tak sepatutnya aku menasihatimu di saat kepercayaanmu padaku belum lagi pulih. Yah…walau kau coba menguburnya jauh di dasar hatimu, aku dapat merasakan kepercayaan itu tidak mudah untuk kau hadirkan kembali setelah konflik yang terjadi di antara kita dua tahun yang lalu…

Malam itu, usai waktu maghrib, kau menangis di hadapanku, meluapkan seluruh perasaanmu dengan emosi yang tidak dapat kau kendalikan lagi. Kau marah, takut, kecewa dan sedih yang amat sangat…terhadap dosen pembimbing skripsimu yang menurutmu “killer”, suka membentak, dan mengolok-olok mahasiswanya. Kau mengaku selalu ketakutan bila akan menghadapnya dan berurai air mata usai menghadapnya. Ucapan beliau selalu menyakitkan hatimu.

Sahabat, kita mempunyai dosen pembimbing skripsi yang sama, namun apa yang kau rasakan terhadap beliau tidak pernah kurasakan. Aku tahu kenapa, karena kau mempunyai perasaan yang sangat ‘halus’. Kau sangat mudah mengeluarkan air mata (Itu telah kau akui), marah, sedih, kesal, kecewa, bahkan merasa bahagia pun kau menangis. Sering, penerimaanmu negatif pada ucapan orang lain. Ini yang kadang membuatku serba salah di hadapanmu, aku harus super hati-hati memilih kata-kata yang tepat agar dapat kau terima tanpa tersinggung dan berurai air mata. Dengan perasaan ‘halus’ seperti itu, aku dapat memahami bila kau mengaku trauma kembali menghadap dosen untuk konsultasi. Rasa takut itu ternyata terus membayangi langkahmu, menguasaimu hingga kau memilih menunda-nunda penyelesaian skripsimu.

Sahabatku, melihat air mata yang membanjiri pipimu malam itu membuat hatiku tesayat-sayat, betapa inginnya aku mengurangi bebanmu, membantumu kembali berpijak hingga sukses kau raih. Maka otakku pun bekerja mencari jalan keluar. Kemudian, sebuah solusi kutemukan.

***

Bapak (begitu kita menyebutnya) tertawa tak percaya begitu kuceritakan permasalahanmu. Beliau tak menyangka bila ada mahasiswa yang merasa bermasalah dengannya. Bapak memang seorang dosen yang bisa dikatakan dekat dengan mahasiswa, dan sangat perhatian dengan mahasiswa bimbingannya, bukan itu saja, beliau juga suka menolong mahasiswa dengan caranya sendiri yang mahasiswa itu tidak menyadari bahwa ia sedang ditolong Aku sedikit menyesalkan, mengapa kau tidak dapat mengabaikan kekurangan bapak yang kau katakana suka membentak, menyinggung perasaan orang lain dengan mengolok-olok? Bukankah melihat pada kebaikannya akan menjadikanmu merasa lebih baik…?

“Aku sudah berusaha mengingat kebaikan-kebaikan bapak, tapi tetap saja aku merasa sakit dengan sikap dan perkataannya…”

Baiklah kalau begitu, aku akan melakukan sesuatu untukmu, sahabat. Melepaskanmu dari rasa takut dan sakit itu, juga membantu bapak agar ia menyadari, ada hati yang terdzolimi oleh sikap dan perkataannya, hatimu sahabat…

“Kalaupun saya marah, itu bukan dari hati. Saya marah hanya di mulut saja, setelah itu ya sudah, saya lupakan”. Begitulah bapak menyatakan argumennya.

Aku mengerti. Sebagaimana dengan bapak, aku pun mempunyai karakter marah yang hampir sama. Aku akan menangis bila marah, air mataku tak mampu ku tahan. Bila telah menumpahkan seluruh hatiku dan semua alasan yang membuat aku marah, aku akan kembali tersenyum bahkan tidak ingat lagi dengan kemarahanku. Aku pun jadi lebih sayang pada orang yang membuatku marah sebagai tebusan rasa malu dan penyesalan atas kemarahanku.

Tapi tentu saja tidak setiap orang mempunyai karakter marah yang sama. Ada orang yang tidak mudah marah namun bila marah, sangat sulit untuk reda. Ada pula yang tidak mudah marah, mudah pula redanya. Dan ada kau, yang setiap kali marah lebhi suka memendamnya, bila terusik sedikit saja akan meledak seperti bom waktu. Maka dengan hati-hati kukatakan pada bapak.

Ada sebagian orang yang perasaannya sangat ‘halus’, sehingga intonasi bicara bapak yang memang seperti itu diterima sebagai bentakan, gurauan bapak diterima sebagai olokan. Teman saya ini mempunyai perasaan yang sangat halus, mungkin bapak bisa sedikit merubah cara bicara bapak di depannya, supaya dia tidak takut lagi menghadap bapak…”.

Sahabatku, setelah pembicaraan itu, aku yakin sekali bapak akan berubah sikap, setidaknya di depanmu. Aku percaya, sebagai seorang pendidik tentu beliau tidak ingin anak didiknya gagal hanya karena takut padanya. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kata-kata ketus keluar dari mulutmu.

“Teganya kamu cerita masalahku ke bapak! Bapak itu karakternya memang seperti itu, sampai kapan pun dia tidak akan berubah!”.

Sahabat, seingatku aku telah meminta ijinmu, mungkin kau lupa sehingga reaksimu sedemikian berang. Wajahmu merah padam, sempat tersorot kebencian di matamu. Tiba-tiba aku merasa, setelah ini kau tidak akan mempercayai aku lagi…

***

Sahabat, dua tahun kemudian kau bercerita padaku, sejak peristiwa itu sikap bapak berubah. Bapak sangat ramah bila kau datang menghadapnya, beliau juga menurunkan emosinya segera begitu melihatmu datang, walau sebelumnya beliau tengah memarahi mahasiswa ‘bandel’ yang tidak mengikuti arahannya. Kau tidak harus takut dan menangis lagi, kau bisa berkonsultasi dengan nyaman, dan kau pun akhirnya dapat menyelesaikan skripsimu dengan nilai A.

Diam-diam aku bersyukur…

Namun, rasa sakit itu masih tersisa di hatimu. Kau masih mengungkitnya dan menyalahkan aku…

***

Sahabatku sayang…

Suatu hari, seorang sahabat berkata pada Rasulullah. “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai si Fulan”. Sahabat itu menunjuk pada seorang laki-laki yang berada tidak jauh dari tempatnya dan Rasulullah berdiri. Mendengar perkataan sahabat, Rasulullah menyuruh sahabat itu untuk mengatakan rasa cintanya itu kepada si Fulan.

Aku tak cukup punya keberanian untuk mendatangimu dan mengatakannya, sahabat… Lidahku selalu terasa kelu untuk mengatakannya. Maka biarlah goresan pena ini yang menyampaikannya padamu.

“Sahabat, aku menyayangimu karena Allah”

Dan rasa sayang itulah yang mendorongku untuk berjanji pada diriku sendiri ketika kau mengeluh padaku.

“Mengapa teman-teman yang sudah menikah sekarang jadi cuek, tidak peduli lagi pada keadaan saudaranya…?”.

Saat itulah aku berjanji dalam hati, bila saatnya aku menikah nanti, aku akan tetap peduli pada teman-temanku, Memberi ruang pada mereka di hatiku, dan selalu ada bila mereka membutuhkanku. Karena boleh jadi, pernikahan diijinkan Allah terjadi disebabkan oleh do’a saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, yang dengan ketulusan mereka telah mampu membuka pintu langit. Allah mendengar, dan mengabulkan do’a mereka, kemudian mengirimkan jodoh untukku juga untukmu…

Untuk itulah sahabatku, sebisa mungkin kuluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhanmu, bahkan terkadang aku terlalu ingin menyelam jauh ke dasar hatimu, yang kau tanggapi dengan dingin.

“Jangan kira kamu mengerti tentang aku”.

Kau benar sahabat, delapan tahun belumlah cukup untuk aku dapat mengerti dirimu…karena itu, ijinkan aku tetap di sisimu untuk berusaha lebih keras lagi belajar mengerti…Ijinkan aku membayar janjiku…

Sahabatku, maafkanlah aku, bukalah hatimu untuk kembali mempercayaiku, untuk kembali merajut persahabatan yang indah seperti dulu…

Jogjakarta, 8 Sepetember 2007

Dariku,

Sahabatmu