Selasa, Februari 05, 2008

Dimana Bahagia Berada

Adalah seorang Rima, datang mengadu pada sang Ayah dengan membawa segunung beban yang menghimpit dadanya. Di biarkannya air matanya mengalir demi untuk melepaskan sesak yang terus menerus mendera batinnya. Persoalan demi persoalan bagai bayangan yang mengikuti kemana pun ia melangkah. Sebuah pertanyaan bernada putus asa di ajukannya pada sang Ayah,
“Ayah…Di manakah bahagia itu berada? Apakah di langit ke tujuh? Ataukah di Surga? Bila bahagia berada sejauh itu, mengapa orang lain dapat merasakan bahagia sedang ananda tidak???”.


Rima tidak sendirian, ada ribuan bahkan jutaan Rima yang putus asa dalam pencariaannya menuju bahagia. Bahkan tidak sedikit yang mengambil jalan pintas menyelesaikan persoalan hidupnya dengan jalan mengakhiri hidup, padahal bunuh diri justru akan menambah berat persoalannya di akhirat, ia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di hadapan Sang Pemilik Kehidupan.

Apakah Anda bahagia?

Cobalah pertanyaan itu kita ajukan pada batin kita yang terdalam. Mungkin ia akan menjawab “Ya”, ketika teringat pada perekonomian yang telah mapan, pada kehidupan rumah tangga yang harmonis, pasangan yang baik dan setia, anak-anak yang lucu. Ah… lengkap sudah kebahagiaan anda. Namun coba bayangkan bila semua itu tiba-tiba hilang dari diri anda. Pasangan yang anda cintai mendahului anda menghadap Pencipta-nya, atau… seorang anak anda sakit yang sangat parah!. Mungkinkah anda masih merasakan bahagia…?

Seorang disebut orang yang bahagia bila dalam keadaan senang atau pun susah, lapang maupun sempit ia tetap merasa bahagia. Sedang seorang yang merasakan bahagia hanya ketika kelapangan memenuhi hidupnya, ia adalah seorang yang memiliki kebahagiaan. Bila kelapangan itu berganti kesempitan, bahagia itu akan hilang dari dirinya.

Maka kunci utama menjadi orang yang bahagia adalah dengan menciptakan bahagia itu di hati kita melalui rasa SYUKUR. Ya ! bahagia itu ternyata tidak perlu di cari, namun ia dapat kita ciptakan atau hadirkan di hati kita.

Rasulullah SAW memberikan teladan kepada kita untuk selalu mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai tanda syukur kita. Dengan memaknai “Alhamdulillah” tidak hanya dengan lisan juga dengan hati kita yang sungguh-sungguh meyakini bahwa apa yang terlihat sempit belum tentu sempit, sebaliknya yang terlihat lapang belum tentu lapang.

Kebahagiaan itu tak dapat di ukur oleh apa pun, tidak oleh materi, tidak oleh kecantikan dan ketampanan fisik, tidak pula oleh kedudukan ataupun jabatan. Kebahagiaan itu ada karena rasa syukur terhadap apa-apa yang ada dan tidak ada pada diri kita, pada apa yang ada dan tidak kita miliki. Tak sedikit orang yang tak memiliki harta, hidup selalu dalam kemiskinan dan penderitaan namun ia merasa bahagia. Dan tak sedikit pula orang yang bergelimang dengan harta, jabatan atau ketenaran namun tak sedikit pun merasa bahagia, hidupnya gelisah, stress, kemudian mencari bahagia dengan mengkonsumsi narkoba yang akan memberikannya kebahagiaan sesaat yang semu.

Maka mulailah memaknai “Alhamdulillah” dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita. Dia telah memberikan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia memberikan kita udara hingga kita dapat bernafas. Dia memberikan kita mata, hidung, kaki dan tangan. Kita berada dalam kenikmatan yang tiada tara namun sering kita tidak menyadarinya. Seringkali kita menghabiskan waktu kita memikirkan sesuatu yang tidak ada sehingga lupa mensyukuri yang sudah ada. Sesungguhnya yang demikian itulah yang akan menghalangi kebahagiaan itu hadir di hati anda. Dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah berikan pada Anda, memaknainya dengan “Alhamdulillah”, dan berbagi kenikmatan pada orang-orang disekitar anda -tidak selalu dengan harta yang anda miliki-, dengan senyum ketulusan, dengan kebaikan pekerti anda, dengan kasih sayang anda pada sesama makhluk, anda pasti akan menjadi orang yang berbahagia lahir dan bathin!.



Yang sedang belajar bersyukur,
Cahaya Khairani

Tidak ada komentar: