Minggu, Desember 30, 2007

TIPS ! Bahagia Meski Masih Melajang



1.Yakini bahwa jodoh adalah rahasia Allah
Jodoh termasuk rejeki yang ditakdirkan Allah buat kita. Bisa jadi jodoh kita datang pada saat yang tepat ketika kita benar-benar siap dan lewat jalan yang tidak disangka-sangka.

2. Jadilah muslimah yang baik
Tentu banyak amal shalih yang bisa kita kerjakan selama status kita masih melajang. Bayangkan, belum tentu para wanita yang sudah menikah punya kesempatan seperti kita.

3. Belajar, belajar dan terus belajar
Ada yang bilang, buat apa pendidikan tinggi, nanti laki-laki akan minder. Jangan berpikir sempit. Teruslah belajar. Raihlah pendidikan setinggi mungkin. Selain bermanfaat untuk pengembangan diri dengan semakin tinggi pendidikan kita malah memperluas jaringan pertemanan dan relasi sosial.

4. Sibuklah dengan kegiatan sosial
Sibukkan diri kita dengan kegiatan-kegiatan sosial, manfaatkan ilmu kita untuk berbuat yang terbaik. Jangan sungkan untuk ikut kegiatan TPA atau majelis taklim. Jadikanlah diri kita muslimah yang menebar manfaat, menggali potensi dan menjadikannya ladang amal.

5. Menekuni hobi bukan sampingan lagi
Tentu kita bahagia jika menekuni hobi kita. Apa saja hobi yang kita minati semisal, membuat kue, membuat handycraft, mengajar bahasa inggris untuk anak-anak, fotografi dan lain-lain. Kepuasan diri dan rasa bahagia akan membuat kita lebih positif lagi memandang hidup. Apalagi jika ternyata hobi itu mendatangkan keuntungan ekonomis.

6. Mulailah hari dengan senyuman
Agar orang lain tidak menganggap wanita lajang sering terlihat bete’, maka mulailah hari dengan senyum yang tulus. Pun ketika kita dirundung masalah, senyum akan menjernihkan hati dan menyenangkan jika dipandang.

7. Bahagialah sekarang juga
Kok bisa ? Tentu saja. Bandingkan orang yang lebih menderita dari kita. Kita memang tidak memiliki segalanya tapi kita masih punya hal yang bisa memperkaya batin kita dengan hidup dalam cahaya hidayah, istiqomah dan merasakan manisnya iman dan islam. Jadi, mulailah bahagia tanpa syarat sekarang. Jangan di embel-embeli dengan pencapaian duniawi seperti, saya akan bahagia kalau punya banyak uang dan lainnya. Jika kita melakukan itu kita akan menunda kebahagiaan kita sendiri, selamanya.

8. Sadarilah hidup ini bukan hanya untuk menikah dan punya anak
Banyak pekerjaan lain seperti mengurus anak yatim, anak jalanan. Masih banyak hal baik lainnya yang bisa dilakukan dan pahalanya bisa berlipat-lipat jika kita ikhlas.

9. Carilah komunitas positif dimana kita bisa mengembangkan diri
Inilah pentingnya satu komunitas. Misalnya kalau kita tertarik mengasah kemampuan di bidang tulis menulis maka bergabunglah ke komunitas itu. Dengan adanya komunitas, potensi diri kita akan lebih terasah dan kepuasan batin sudah pasti bisa kita peroleh.

10. Berbagilah dengan sahabat
Teman yang ada saat kita kesulitan adalah teman yang sesungguhnya. Maka janganlah ragu untuk berbagi dengan sahabatmu.

11. Optimislah dalam memandang hidup
Jika kita optimis otomatis hati kita akan tenang. Jika kita bersabar, Allah pasti kan memberikan yang terbaik.

12. Bukalah gembok diri
Jangan katakan I’m not ok. Itu adalah gembok yang membelenggu diri kita dari dalam. Sedangkan jika diberi nasihat oleh teman, kita enggan dan berkata, You are not ok. Orang beriman bukanlah orang yang pesimis, tapi mereka sanggup melihat mutiara walaupun dalam kegelapan. Orang yang beriman bisa tidak akan sampai pada tahapan frustasi. Yakinlah, selalu ada kebaikan di tiap peristiwa yang kita lalui.

13. Lakukan hal yang menyenangkan
Ayo rasakan bagaimana lembutnya kain sutera, lembutnya es krim di lidah kita, indahnya burung berkicau, jangkrik mengerik, langit biru, bulan bersinar, angin menjamah tubuh kita. Hidup ini indah, teman. Jangan sia-siakan.

14. Berikhtiar dengan benar
Jika kita memang berikhtiar mencari jodoh, bersikap asertif dengan menanyakan dan meminta lewat teman tentang satu laki-laki shalih tidak salah sama sekali. Juga mencoba lewat biro jodoh islami.

15. Percayalah pada kekuatan doa lalu bersabarlah
Percayalah, doa itu akan menghilangkan kesulitan dan memudahkan semuanya. Rajin-rajinlah titip doa pada orang shalih atau orang yang akan pergi ke tanah suci. Jika ada teman yang menanyakan kapan kita akan menikah, jawablah doakan saya ya ? semakin banyak yang mendoakan kita mungkin saja akan terkabul. Kemudian bersabarlah. Bersangka baiklah untuk jodoh terbaik yang akan datang pada kita. Bersangka baiklah, jika jodoh tak kunjung tiba, mungkin saja Allah mempersiapkan laki-laki terbaik untuk
kita kelak di akhirat.

(Sumber : Majalah Ummi edisi No 3/XVII Juli 2005)





Dimana Bahagia Berada

Adalah seorang Rima, datang mengadu pada sang Ayah dengan membawa segunung beban yang menghimpit dadanya. Di biarkannya air matanya mengalir demi untuk melepaskan sesak yang terus menerus mendera batinnya. Persoalan demi persoalan bagai bayangan yang mengikuti kemana pun ia melangkah. Sebuah pertanyaan bernada putus asa di ajukannya pada sang Ayah,
“Ayah…Di manakah bahagia itu berada? Apakah di langit ke tujuh? Ataukah di Surga? Bila bahagia berada sejauh itu, mengapa orang lain dapat merasakan bahagia sedang ananda tidak???”.

Rima tidak sendirian, ada ribuan bahkan jutaan Rima yang putus asa dalam pencariaannya menuju bahagia. Bahkan tidak sedikit yang mengambil jalan pintas menyelesaikan persoalan hidupnya dengan jalan mengakhiri hidup, padahal bunuh diri justru akan menambah berat persoalannya di akhirat, ia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di hadapan Sang Pemilik Kehidupan.

Apakah Anda bahagia?

Cobalah pertanyaan itu kita ajukan pada batin kita yang terdalam. Mungkin ia akan menjawab “Ya”, ketika kita teringat pada perekonomian kita yang telah mapan, kita mempunyai kehidupan rumah tangga yang harmonis, pasangan yang baik dan setia, anak-anak yang lucu. Ah… lengkap sudah kebahagiaan anda. Namun coba bayangkan bila semua itu tiba-tiba hilang dari diri anda. Pasangan yang anda cintai mendahului anda menghadap Pencipta-nya, atau… seorang anak anda sakit yang sangat parah!. Mungkinkah anda masih merasakan bahagia…?

Seorang disebut orang yang bahagia bila dalam keadaan senang atau pun susah, lapang maupun sempit ia tetap merasa bahagia. Sedang seorang yang merasakan bahagia hanya ketika kelapangan memenuhi hidupnya, ia adalah seorang yang memiliki kebahagiaan. Bila kelapangan itu berganti kesempitan, bahagia itu akan hilang dari dirinya.

Maka kunci utama menjadi orang yang bahagia adalah dengan menciptakan bahagia itu di hati kita melalui rasa SYUKUR. Ya ! bahagia itu ternyata tidak perlu di cari, namun ia dapat kita ciptakan atau hadirkan di hati kita.

Rasulullah SAW memberikan teladan kepada kita untuk selalu mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai tanda syukur kita. Dengan memaknai “Alhamdulillah” tidak hanya dengan lisan juga dengan hati kita yang sungguh-sungguh meyakini bahwa apa yang terlihat sempit belum tentu sempit, sebaliknya yang terlihat lapang belum tentu lapang.

Kebahagiaan itu tak dapat di ukur oleh apa pun, tidak oleh materi, tidak oleh kecantikan dan ketampanan fisik, tidak pula oleh kedudukan ataupun jabatan. Kebahagiaan itu ada karena rasa syukur terhadap apa-apa yang ada dan tidak ada pada diri kita, pada apa yang ada dan tidak kita miliki. Tak sedikit orang yang tak memiliki harta, hidup selalu dalam kemiskinan dan penderitaan namun ia merasa bahagia. Dan tak sedikit pula orang yang bergelimang dengan harta, jabatan atau ketenaran namun tak sedikit pun merasa bahagia, hidupnya gelisah, stress, kemudian mencari bahagia dengan mengkonsumsi narkoba yang akan memberikannya kebahagiaan sesaat yang semu.

Maka mulailah memaknai “Alhamdulillah” dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita. Dia telah memberikan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia memberikan kita udara hingga kita dapat bernafas. Dia memberikan kita mata, hidung, kaki dan tangan. Kita berada dalam kenikmatan yang tiada tara namun sering kita tidak menyadarinya. Seringkali kita menghabiskan waktu kita memikirkan sesuatu yang tidak ada sehingga lupa mensyukuri yang sudah ada. Sesungguhnya yang demikian itulah yang akan menghalangi kebahagiaan itu hadir di hati anda. Dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah berikan pada Anda, memaknainya dengan “Alhamdulillah”, dan berbagi kenikmatan pada orang-orang disekitar anda -tidak selalu dengan harta yang anda miliki-, dengan senyum ketulusan, dengan kebaikan pekerti anda, dengan kasih sayang anda pada sesama makhluk, anda pasti akan menjadi orang yang berbahagia lahir dan bathin(chy-kh)





Jumat, Desember 28, 2007

Kisah Selembar Tikar Tua

Tuhan,
Katanya Kau tak pernah tidur, benarkah ?
Kalau aku, aku susah tidur Tuhan…
Kau tahu kenapa ?

Karena aku tak punya makanan yang bisa mengenyangkan perutku,
Aku juga tak punya pakaian yang bisa menghangatkan tubuhku,
Aku pun tak punya kasur empuk untuk mengistirahatkan badanku,
Kau tahu, Tuhan ?

Seharian ini aku sudah bekerja keras,
Membantu mengangkat barang belanjaan orang di pasar,
Menjual kantong-kantong plastik,
Dan membantu Pak Ajis membersihkan sampah.
Aku ingin mengumpulkan uang banyak untuk beli baju dan sandal baru.
Kau tahu kenapa, Tuhan?

Karena bukannkah sebentar lagi Lebaran ?
Itu berarti aku bisa menabung, tak perlu beli makanan,
Karena aku puasa, dan masjid-masjid biasanya kasih makanan gratis buat buka dan sahur.
Tuhan, Kau sudah mengantuk, belum ?
Aku ngantuk

Maukah Kau menemaniku tidur ?
Aku punya selembar tikar tua untuk alas tidur
Cukup kok untuk kita berdua.
Tuhan, aku kedinginan
Bolehkah aku memeluk-Mu ?


(Chi chi Sukardjo)

Menyibak Hakekat LDII

Keberadaan LDII mempunyai akar sejarah dengan Darul Hadist atau Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan al-Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971 oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep.-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971), kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tanggal 13 Januari 1972. Namun dengan adanya UU No 8 tahun 1985, LEMKARI sesuai MUBES II tahun 1981 berganti nama dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat juga LEMKARI dan kemudian berganti nama lagi sesuai keputusan kongres/muktamar LEMKARI tahun 1990 dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Pencetus dan pendiri LDII adalah Nurhasan Ubaidah Lubis atau dipanggil Madekal atau Madigol. Kelompok LDII ini mempunyai struktur kepemimpinan yang sangat rapi, bahkan bisa dikatakan sebagai sebuah negara di dalam negara :
Puncak tertinggi adalah “amir” (Imam Nurhasan Ubaidah) wafat pada tahun 1982 maka jabatan tersebut dipegang oleh anak kandungnya Abdul Dhohir bin Madigol. Ketika Abdul Dhohir wafat maka jabatan diduduki oleh adik kandungnya Abdul Aziz bin Madigol dengan didampingi oleh adik-adik kandungnya yaitu Abdus Salam, Muhammad Daud, Sumaida’u (serta suaminya Muhammad Yusuf sebagai bendahara), dan si bungsu Abdullah. Amir dijaga dan dikawal oleh semacam ‘Paspampres’ yang diberi nama Paku Bumi.
Wakil Empat terdiri dari empat tokoh jama’ah (kerajaan) yaitu Ahmad Sholeh, Carik Affandi, Su’udi Ridwan dan Muhammad Nurzain (setelah meninggal diganti dengan Nurdin)
Wakil Amir daerah
Wakil Amir Desa
Wakil Amir Kelompok
Kelompok LDII telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia bahkan ke luar negeri yaitu Australia, Amerika Serikat, Eropa, Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi.

Kelompok LDII mengkafirkan semua orang yang berada di luar kelompok mereka, sesuai dengan perkataan amir Nurhasan Ubaidah :

Setiap muslim di dunia tidak halal hidupnya alias haram. Makannya haram, minumnya haram, bernafasnya haram, bahkan sholat dan semua amal ibadahnya haram. Kecuali ia mengangkat atau membaiat seorang imam, maka hidup dan amal ibadahnya menjadi halal. Dan setiap muslim yang hidupnya masih haram karena belum baiat, maka harta bendanya halal untuk diambil atau dicuri, dan darahnya pun halal, karena selama ia belum baiat mengangkat seorang imam, maka statusnya sama dengan orang kafir dan Islamnya tidak sah, termasuk
syahadat, sholat, zakat, puasa, dan ibadah hajinya tidak sah.

Mengenai masalah pembaiatan, dalam Islam baiat tidak diberikan kecuali kepada imam yang syar’i sebagaimana dalam hadist Abdullah bin Amr bin Ash bahwasanya Rosulullah SAW bersabda :

Barangsiapa berjanji setia kepada seorang imam dan menyerahkan tangan dan yang disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka penggallah leher orang tersebut (HR Muslim).

Dan imam yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah yang sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ahmad :

Tahukah kamu, apakah imam itu? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan semuanya mengatakan : Inilah imam (Masa’il al-Imam Ahmad riwayat Ibnu Hani).

Al Imam Hasan bin Ali al Barbahary berkata :

Barangsiapa menjadi kholifah dengan kesepakatan manusia dan keridhoan mereka, maka dia adalah amirul mukminin, tidak dihalalkan atas siapapun untuk menginap satu malam dalam keadaan tidak memandang bahwa dia memiliki imam (Syarhus Sunnah).

Adapun baiat yang diberikan kepada kelompok-kelompok Islam seperti LDII, jaringan-jaringan rahasia dan gerakan-gerakan Islam bawah tanah maka dia adalah baiat yang bid’ah.

Oleh kelompok LDII, ukuran kesetiaan dan kesungguhan dari baiat setiap jamaah adalah infaq. Infaq ini terdiri dari :
Infaq mutlak wajib, yaitu 10% dari penghasilan setiap anggota.
Infaq pengajian Jumatan, Ramadhan, Lailatul Qodar, Hari Raya, dll.
Infaq shodaqoh fi sabilillah yaitu untuk pembangunan pesantren atau markas mereka, atau untuk uang keamanan jamaah LDII.
Infaq shodaqoh rengkean, berupa penyerahan bahan-bahan inatura kepada sang amir (berupa bahan makanan, pakaian, dll).

Begitu terorganisirnya sistem yang dikelola sehingga setiap bulannya secara rutin, para anggota jama’ah ini mengumpulkan uang sebesar kurang lebih 3 milyar untuk sang Imam/Amirul Mu’minin.

(Majalah Al Furqon Edisi10)

Catatan Seorang Isteri

Sebelum menikah, selain kriteria Taqwa, saya tidak punya kriteria khusus untuk calon suami saya nanti. Karena saya menyadari bahwa saya bukanlah wanita yang ideal untuk dijadikan isteri, terutama untuk urusan pekerjaan rumah tangga. Maka saya amat sangat bersyukur pada Allah ketika Dia mengirimkan Lelaki Surga yang penyabar dan pengertian untuk saya.

Lelaki Surga itu tersenyum dan memandang saya penuh cinta ketika pada malam pertama kami, dengan jujur saya mengatakan bahwa saya tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, semua pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh dua orang pembantu.

“Biar si bibi yang kerjakan”

Begitu kata Bunda bila kami anak-anaknya ingin mencuci piring bekas makan kami sendiri. Maka saya pun menjadi terbiasa “terima beres”. Pakaian tinggal pakai, sudah bersih, rapi dan wangi. Mau makan, tinggal ambil di meja makan. Mau minum hangat atau dingin, pembantu yang membuatkan. Setiap pagi pembantu akan bertanya minuman apa yang saya ingin dibuatkan. Sekali-sekali saya ke dapur membantu memasak, hitung-hitung sekalian belajar, tapi sedikit saja salah, Bunda akan mengusir saya dari dapur. Aneh memang, bukannya mengajarkan cara memasak yang benar, saya malah tidak dibolehkan di dapur. Dengan bicara jujur pada suami, saya berharap ia mempersiapkan kesabaran dan pengertian yang lebih bila nanti, saya memasak makanan yang tidak sedap di lidahnya atau rumah kami menjadi kurang indah dalam penglihatannya.

“Nanti adek kan bisa belajar…” Ujar suami setelah mendengar penuturan saya. Tak ada raut kekhawatiran di wajahnya bila nanti saya tidak dapat mengurusnya dengan baik.

Belajar. Itulah yang harus saya lakukan. Manusia memang tidak boleh berhenti belajar. Belajar, tidak hanya di bangku kuliah, tapi juga di universitas kehidupan. Dan sekaranglah saatnya saya belajar di kehidupan rumah tangga, yaitu belajar menjadi isteri sholehah…

Proses belajar pun dimulai. Pekerjaan mencuci, membenahi rumah, menyetrika, ke pasar, memasak, menguras kamar mandi, semua saya lakukan sendiri tanpa bantuan pembantu rumah tangga, hanya suami yang sesekali membantu disela-sela kesibukannya. Setiap hari selalu ada sayatan luka baru di jari jemari saya. Tubuh mulai mudah masuk angin. Rasa perih, ngilu, pegal-pegal, kaku, kerap menghinggapi telapak tangan saya. Tapi jika mengingat betapa Allah sangat menghargai apa yang seorang isteri lakukan untuk suaminya, tidak ada alasan bagi saya untuk mengeluh, apalagi menyerahkan tugas-tugas itu kepada pembantu, rugi rasanya.

Setelah delapan bulan menikah. Hmm..lumayan juga hasilnya. Pakaian suami selalu rapi dan berbau wangi. Rumah kontrakan kami selalu bersih, lantainya selalu mengkilap. Pemilik rumah kontrakan tidak lagi harus turun tangan menggosok lantai kamar mandi karena saya sudah dapat melakukannya sendiri. Setelah beberapa kali dicontohkan secara tidak langsung oleh pemilik rumah, barulah saya tahu cara menggosok lantai kamar mandi yang baik dan benar. Soal masak? Suami bilang saya sudah lebih pandai memasak. Tidak percuma ia rajin membelikan tabloid khusus resep masakan untuk saya pelajari. Tapi tentu saja saya tidak boleh merasa puas. Saya masih harus terus belajar dan belajar.. Mungkin ini lah salah satu rencana Allah menunda menganugerahkan kami seorang anak. Dia Maha Mengetahui kapan saat yang terbaik bagi kami untuk mendapat amanah seorang anak. Saat dimana saya telah menjadi isteri yang baik dan telah siap kembali belajar untuk menjadi Ibu yang baik…Tetap Semangat ! (chy-kh)

NILAI SEBUAH DO'A

Sebuah Bis antar kota-antar propinsi melaju perlahan meninggalkan terminal. Di dalamnya menumpang tiga puluh mahasiswa yang akan pulang kampung, salah satunya adalah Annisa. Ia memilih ikut bersama rombongan teman-teman kampus menghabiskan liburan semester di kampung halaman. Lebih aman, alasannya. Jarak tempuh kota tempatnya menuntut ilmu dengan daerah asalnya memang cukup jauh, membutuhkan waktu satu hari satu malam. Dengan ikut bersama rombongan tentu akan mengusir kebosanan selama dalam perjalanan, juga aman dari gangguan laki-laki iseng yang biasanya berkeliaran bebas di atas kapal penyeberangan.

Tidak seperti teman-temannya yang terlihat menikmati perjalanan, Annisa tampak gelisah dalam perjalanannya kali ini. Entahlah, ia merasa seakan-akan Bis yang ditumpanginya akan mengalami kecelakaan. Perasaannya tak menentu, sedangkan Bis belum lagi menempuh separuh perjalanan. Setiap kali memejamkan mata, Annisa sontak terjaga bila sopir Bis menginjak rem. Kalimat tahlil terus mengalir dari lisannya. Bayang-bayang kecelakaan membuatnya tak dapat tidur, padahal obat anti mabuk yang diminumnya sebelum berangkat tadi telah memaksanya matanya untuk terpejam.

Di sebuah rumah makan, Bis berhenti untuk istirahat. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Annisa, juga teman-temannya turun untuk makan. Usai makan, Annisa segera menuju musholla dengan agak terburu-buru. Teman-temannya sudah tak terlihat di meja makan sejak Annisa keluar dari toilet tadi. Ia takut tertinggal. Di musholla Annisa mengernyitkan keningnya, sepi. Tak ada teman-temannya yang sholat. Hanya ia sendiri.

Tanpa berprasangka Annisa segera menunaikan kewajibannya. Menjamak sholat maghrib dan isya. Usai sholat, dipanjatkannya Do’a dengan khusyu’. Kegelisahannya masih belum hilang, Annisa merasa membutuhkan tempat berlindung.

“ Ya Allah.. hamba berlindung pada-Mu dari kegelisahan ini. Berilah hamba keselamatan hingga…”. Do’a Annisa terputus. Annisa terdiam sesaat. Ia merasa ada yang salah dengan permohonannya.

“Kenapa aku egois? Aku hanya mendo’akan diriku sendiri…” Annisa menggumam di hati. Kembali diangkatnya kedua tangan dan berdo’a, “Ya Allah…hamba berlindung pada-Mu dari kegelisahan ini. Berilah pada kami semua keselamatan hingga tiba di tujuan…Amin”. Annisa segera membuka dan mengemas mukenanya. Keluar dari musholla, teman-teman bersorak memanggilnya, Bis akan segera berangkat.

Tengah malam, saat Annisa dapat tidur dengan hati tenang dan teman-temannya telah tertidur lelap, tiba-tiba Bis terguncang keras! Para penumpang sontak terbangun tak terkecuali Annisa. Pekik takbir menggema dari lisannya. Di depan, kaca Bis pecah berhamburan. Gelap. Annisa tak dapat melihat apapun. Hanya jerit tangis dan erangan kesakitan yang terdengar. Tak lama kemudian lampu dalam Bis menyala. Annisa melihat ke sekeliling. Teman duduknya tampak pucat pasi, begitu juga dengan yang lainnya, tapi tak ada yang teluka. Lalu siapa yang mengerang kesakitan…?. Annisa baru tahu apa yang terjadi setelah sopir Bis menyuruh seluruh penumpang keluar dari Bis, dan… Masya Allah! Bis tabrakan dengan sebuah mobil minibus. Setengah badan minibus itu hancur. Dua orang meninggal di tempat. Satu orang kakinya tergencet dan sudah dilarikan ke rumah sakit. Dua orang lainnya selamat. Bagaimana dengan Bis yang ditumpangi Annisa dan kawan-kawan…? Setelah tabrakan terjadi, Bis yang ditumpangi Annisa oleng, sopir membanting stir ke kiri menabrak tembok rumah orang hingga roboh. Bis berhenti dengan badan miring, dan yang membuat Bis itu tidak terbalik karena adanya gunungan pasir yang menahannya. Suatu keajaiban seluruh penumpang selamat, tanpa cidera. Menyadari hal itu, Annisa teringat do’anya ketika di musholla rumah makan. Annisa tidak hanya mendo’akan dirinya sendiri, ia juga mendo’akan teman-temannya agar diberi keselamatan. Satu lagi bukti Maha Kasih-Nya. Walau teman-teman Annisa lalai menunaikan sholat, Allah dengan Maha Kasih-Nya mengabulkan permohonan seorang hamba yang mengingat-Nya, menyelamatkan mereka dari kecelakaan maut itu…(Cahaya Khairani)