Jumat, Desember 28, 2007

Menyibak Hakekat LDII

Keberadaan LDII mempunyai akar sejarah dengan Darul Hadist atau Islam Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan al-Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971 oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep.-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971), kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tanggal 13 Januari 1972. Namun dengan adanya UU No 8 tahun 1985, LEMKARI sesuai MUBES II tahun 1981 berganti nama dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat juga LEMKARI dan kemudian berganti nama lagi sesuai keputusan kongres/muktamar LEMKARI tahun 1990 dengan nama Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).

Pencetus dan pendiri LDII adalah Nurhasan Ubaidah Lubis atau dipanggil Madekal atau Madigol. Kelompok LDII ini mempunyai struktur kepemimpinan yang sangat rapi, bahkan bisa dikatakan sebagai sebuah negara di dalam negara :
Puncak tertinggi adalah “amir” (Imam Nurhasan Ubaidah) wafat pada tahun 1982 maka jabatan tersebut dipegang oleh anak kandungnya Abdul Dhohir bin Madigol. Ketika Abdul Dhohir wafat maka jabatan diduduki oleh adik kandungnya Abdul Aziz bin Madigol dengan didampingi oleh adik-adik kandungnya yaitu Abdus Salam, Muhammad Daud, Sumaida’u (serta suaminya Muhammad Yusuf sebagai bendahara), dan si bungsu Abdullah. Amir dijaga dan dikawal oleh semacam ‘Paspampres’ yang diberi nama Paku Bumi.
Wakil Empat terdiri dari empat tokoh jama’ah (kerajaan) yaitu Ahmad Sholeh, Carik Affandi, Su’udi Ridwan dan Muhammad Nurzain (setelah meninggal diganti dengan Nurdin)
Wakil Amir daerah
Wakil Amir Desa
Wakil Amir Kelompok
Kelompok LDII telah menyebar keseluruh provinsi di Indonesia bahkan ke luar negeri yaitu Australia, Amerika Serikat, Eropa, Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi.

Kelompok LDII mengkafirkan semua orang yang berada di luar kelompok mereka, sesuai dengan perkataan amir Nurhasan Ubaidah :

Setiap muslim di dunia tidak halal hidupnya alias haram. Makannya haram, minumnya haram, bernafasnya haram, bahkan sholat dan semua amal ibadahnya haram. Kecuali ia mengangkat atau membaiat seorang imam, maka hidup dan amal ibadahnya menjadi halal. Dan setiap muslim yang hidupnya masih haram karena belum baiat, maka harta bendanya halal untuk diambil atau dicuri, dan darahnya pun halal, karena selama ia belum baiat mengangkat seorang imam, maka statusnya sama dengan orang kafir dan Islamnya tidak sah, termasuk
syahadat, sholat, zakat, puasa, dan ibadah hajinya tidak sah.

Mengenai masalah pembaiatan, dalam Islam baiat tidak diberikan kecuali kepada imam yang syar’i sebagaimana dalam hadist Abdullah bin Amr bin Ash bahwasanya Rosulullah SAW bersabda :

Barangsiapa berjanji setia kepada seorang imam dan menyerahkan tangan dan yang disukai hatinya, maka hendaknya dia menaati imam tersebut menurut kemampuannya. Maka jika datang orang lain untuk menentangnya, maka penggallah leher orang tersebut (HR Muslim).

Dan imam yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah yang sebagaimana dikatakan oleh al Imam Ahmad :

Tahukah kamu, apakah imam itu? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan semuanya mengatakan : Inilah imam (Masa’il al-Imam Ahmad riwayat Ibnu Hani).

Al Imam Hasan bin Ali al Barbahary berkata :

Barangsiapa menjadi kholifah dengan kesepakatan manusia dan keridhoan mereka, maka dia adalah amirul mukminin, tidak dihalalkan atas siapapun untuk menginap satu malam dalam keadaan tidak memandang bahwa dia memiliki imam (Syarhus Sunnah).

Adapun baiat yang diberikan kepada kelompok-kelompok Islam seperti LDII, jaringan-jaringan rahasia dan gerakan-gerakan Islam bawah tanah maka dia adalah baiat yang bid’ah.

Oleh kelompok LDII, ukuran kesetiaan dan kesungguhan dari baiat setiap jamaah adalah infaq. Infaq ini terdiri dari :
Infaq mutlak wajib, yaitu 10% dari penghasilan setiap anggota.
Infaq pengajian Jumatan, Ramadhan, Lailatul Qodar, Hari Raya, dll.
Infaq shodaqoh fi sabilillah yaitu untuk pembangunan pesantren atau markas mereka, atau untuk uang keamanan jamaah LDII.
Infaq shodaqoh rengkean, berupa penyerahan bahan-bahan inatura kepada sang amir (berupa bahan makanan, pakaian, dll).

Begitu terorganisirnya sistem yang dikelola sehingga setiap bulannya secara rutin, para anggota jama’ah ini mengumpulkan uang sebesar kurang lebih 3 milyar untuk sang Imam/Amirul Mu’minin.

(Majalah Al Furqon Edisi10)

Tidak ada komentar: