
Kamis, Februari 28, 2008
Aneh Tapi Nyata : Bunga Mawar Berwajah Manusia

Senin, Februari 18, 2008
Cara Setting GPRS Untuk Handphone LG KG200 (Operator ProXL)
Di jaman tekhnologi ini, Handphone sudah semakin canggih. Yang dulunya HP hanya bisa untuk telpon dan sms, sekarang bukan Cuma bisa buat sms dan telpon tapi juga punya bermacam fasilitas. Diantaranya, bisa buat dengerin radio dan MP3. bisa MP4, ada kamera, video, bahkan bisa nonton TV juga…! Kita juga bisa browsing internet melalui HP! Wow…seakan-akan dunia ada di genggaman jika kita punya HP yang memiliki semua fitur tersebut.
Kecanggihan tekhnologi dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, Belakangan, dengan adanya kamera video di HP, banyak beredar video porno yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Handphone, oleh mereka dijadikan alat untuk menyebarkan kemaksiatan sekaligus mengajak orang lain untuk ikut dalam kemaksiatan yang mereka perbuat. Tidak hanya menyebarkan, kamera HP juga digunakan untuk merekam atau memotret perzinahan yang mereka lakukan. Astaghfirullah!
Kita sebagai seorang muslim tentu harus dapat memilih dan memilah yang mana yang haq dan bathil. Sudah seharusnya kecanggihan tekhnologi kita gunakan untuk meringankan tugas-tugas kita, pekerjaan kita, dan tentunya untuk kemaslahatan.
Selanjutnya, lakukan langkah-langkah berikut ini :
- Buka menu browser
- Pilih Account Data (nomor 2)
- Pilih GPRS (nomor 2)
- Pilih Account 1 (nomor 1)
- Nama Account : Account 1
- APN : http://www.xlgprs.net
- Nama Pengguna : xlgprs
- Password : proxl
- Otorisasi Tipe : normal
- Kembali ke menu Browser
- Pilih WAP (nomor 1)
- Pilih pengaturan (nomor 6)
- Edit Profil
- Pilih profil 1 (nomor 1)
- Pilih Edit Profil (nomor 2)
- Ganti Nama : Profil 1
- Homepage : http://www.wap.lifeinhand.com
- Account Data : Account 1
- Koneksi : HTTP (nomor 3), alamat proxy : 202. 152. 240. 050
Port Proxy : 8080
- Nama Pengguna : xlgprs
- Password : proxl
- Aktifkan profil (nomor 1)
Rabu, Februari 13, 2008
Hikmah Dari Sebatang Pohon

Bukan hanya buahnya, batang pohonnya yang kokoh dengan dedaunan yang rimbun dijadikan sebagai tempat berteduh bagi para pedagang yang letih menjajakan dagangannya. Angin yang meniup dedaunannya menghadirkan suasana sejuk bagi mereka yang beristirahat di bawahnya. Saya lantas berfikir, berapa banyak pahala yang mengalir bagi orang yang menanam pohon itu. Buah dari pohon itu seakan tak habis-habis untuk dinikmati oleh orang banyak, dari buah belimbing yang saya bagikan pada tetangga, menjadi jalan untuk membangun silaturahmi. Dari rimbunnya dedaunan, menjadi tempat para pedagang berhenti sejenak, dan tempat bermain yang asyik bagi anak-anak. Dari sebatang pohon di halaman depan rumah, menjadi ladang amal buat saya.
Namun belakangan, saya mulai mengeluh dengan daun dan buahnya yang berjatuhan mengotori halaman rumah. Saya harus beberapa kali dalam sehari menyapu halaman. Pagi-pagi halaman sudah kotor oleh daun dan buah busuk yang berjatuhan, belum lama setelah disapu, halaman sudah kotor lagi, begitu seterusnya. Uh, capek rasanya. Tetangga pun mengeluh karena halaman rumah mereka ikut kotor. Mereka harus mengeluarkan tenaga lebih untuk sering menyapu agar lingkungan perumahan tempat tinggal kami selalu terlihat bersih.
Demikianlah tabiat dasar manusia, suka berkeluh kesah. Saat ditimpa sedikit saja kesulitan, kita berkeluh kesah dan lupa akan semua kelapangan, kesenangan dan kenikmatan yang telah kita rasakan. Lupa dengan segar dan nikmatnya buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut. Lupa dengan kesejukan angin yang dihadirkan oleh lambaian dedaunannya. Padahal, rasa letih dan susah payah menyapu halaman tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang telah diberikan oleh pohon tersebut. Dan lagi, sedikit kepayahan dan keletihan itu tidak lain adalah untuk kebaikan kita sendiri, yaitu terhindar dari penyakit yang ditimbulkan oleh sampah.
Pada segala kenikmatan yang Allah berikan pun seringkali kita lupa. Ketika Allah memberikan sedikit ujian, kita mengeluh dan bertanya, “Apa dosa saya ?, apa salah saya ?”. Padahal bila kita renungkan, kesulitan yang kita hadapi hanya-lah seujung kuku bila dibandingkan dengan beribu-ribu nikmat yang kita dapatkan.
Bila kita mendapatkan kelapangan rejeki dari Allah, maka disaat yang sama ada orang lain yang kesulitan untuk mendapatkan segenggam beras. Seharusnya kita bersyukur.
Bila kita mempunyai pasangan yang soleh/solehah, maka disaat yang sama ada orang lain yang pasangannya tak setia dengan akhlaq yang buruk. Seharusnya kita bersyukur.
Bila kita mempunyai kaki untuk berjalan, mata untuk melihat, tangan untuk berbuat, tubuh yang sehat, maka disaat yang sama ada orang lain yang tidak memiliki kaki, mata yang buta, tangan yang buntung, tubuh yang tak berdaya karena digerogoti penyakit. Seharusnya kita bersyukur.
Mungkin kita telah bersyukur, segala nikmat yang ada pada diri kita telah kita syukuri, namun seringkali rasa syukur itu lenyap tak berbekas bila Allah memberi kita sedikit ujian, kita lupa bahwa ujian-pun merupakan nikmat dari Allah yang harus kita syukuri. Marah, kesal, berkeluh kesah. Kita merasa orang yang paling tidak beruntung, orang yang paling menderita dan sengsara. Kita tidak menyadari bahwa ujian, sedikit kepedihan, sedikit kesengsaraan dan penderitaan akan membawa kita pada kenikmatan yang lebih besar. Kita akan tahu betapa nikmatnya merasa bahagia, betapa nikmatnya rasa syukur setelah merasakan kesusahan dan penderitaan. Kita akan tahu bahwa ujian yang kita alami adalah antibody yang nantinya akan membuat kita lebih kuat. Dan kita akan tahu bahwa Allah memberikan kita ujian tidak lain adalah untuk kebaikan diri kita sendiri. (chy-kh)
Selasa, Februari 12, 2008
Cara Setting GPRS Untuk Handphone LG KG 200 (operator ProXL)
Di jaman tekhnologi ini, Handphone sudah semakin canggih. Yang dulunya HP hanya bisa untuk telpon dan sms, sekarang bukan Cuma bisa buat sms dan telpon tapi juga punya bermacam fasilitas. Diantaranya, bisa buat dengerin radio dan MP3. bisa MP4, ada kamera, video, bahkan bisa nonton TV juga…! Kita juga bisa browsing internet melalui HP! Wow…seakan-akan dunia ada di genggaman jika kita punya HP yang memiliki semua fitur tersebut.
Kecanggihan tekhnologi dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, Belakangan, dengan adanya kamera video di HP, banyak beredar video porno yang disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Handphone, oleh mereka dijadikan alat untuk menyebarkan kemaksiatan sekaligus mengajak orang lain untuk ikut dalam kemaksiatan yang mereka perbuat. Tidak hanya menyebarkan, kamera HP juga digunakan untuk merekam atau memotret perzinahan yang mereka lakukan. Astaghfirullah!
Kita sebagai seorang muslim tentu harus dapat memilih dan memilah yang mana yang haq dan bathil. Sudah seharusnya kecanggihan tekhnologi kita gunakan untuk meringankan tugas-tugas kita, pekerjaan kita, dan tentunya untuk kemaslahatan.
Selanjutnya, lakukan langkah-langkah berikut ini :
- Buka menu browser
- Pilih Account Data (nomor 2)
- Pilih GPRS (nomor 2)
- Pilih Account 1 (nomor 1)
- Nama Account : Account 1
- APN : http://www.xlgprs.net
- Nama Pengguna : xlgprs
- Password : proxl
- Otorisasi Tipe : normal
- Kembali ke menu Browser
- Pilih WAP (nomor 1)
- Pilih pengaturan (nomor 6)
- Edit Profil
- Pilih profil 1 (nomor 1)
- Pilih Edit Profil (nomor 2)
- Ganti Nama : Profil 1
- Homepage : http://www.wap.lifeinhand.com
- Account Data : Account 1
- Koneksi : HTTP (nomor 3), alamat proxy : 202. 152. 240. 050
Port Proxy : 8080
- Nama Pengguna : xlgprs
- Password : proxl
- Aktifkan profil (nomor 1)
Selasa, Februari 05, 2008
Dimana Bahagia Berada
“Ayah…Di manakah bahagia itu berada? Apakah di langit ke tujuh? Ataukah di Surga? Bila bahagia berada sejauh itu, mengapa orang lain dapat merasakan bahagia sedang ananda tidak???”.
Rima tidak sendirian, ada ribuan bahkan jutaan Rima yang putus asa dalam pencariaannya menuju bahagia. Bahkan tidak sedikit yang mengambil jalan pintas menyelesaikan persoalan hidupnya dengan jalan mengakhiri hidup, padahal bunuh diri justru akan menambah berat persoalannya di akhirat, ia harus mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di hadapan Sang Pemilik Kehidupan.
Apakah Anda bahagia?
Cobalah pertanyaan itu kita ajukan pada batin kita yang terdalam. Mungkin ia akan menjawab “Ya”, ketika teringat pada perekonomian yang telah mapan, pada kehidupan rumah tangga yang harmonis, pasangan yang baik dan setia, anak-anak yang lucu. Ah… lengkap sudah kebahagiaan anda. Namun coba bayangkan bila semua itu tiba-tiba hilang dari diri anda. Pasangan yang anda cintai mendahului anda menghadap Pencipta-nya, atau… seorang anak anda sakit yang sangat parah!. Mungkinkah anda masih merasakan bahagia…?
Seorang disebut orang yang bahagia bila dalam keadaan senang atau pun susah, lapang maupun sempit ia tetap merasa bahagia. Sedang seorang yang merasakan bahagia hanya ketika kelapangan memenuhi hidupnya, ia adalah seorang yang memiliki kebahagiaan. Bila kelapangan itu berganti kesempitan, bahagia itu akan hilang dari dirinya.
Maka kunci utama menjadi orang yang bahagia adalah dengan menciptakan bahagia itu di hati kita melalui rasa SYUKUR. Ya ! bahagia itu ternyata tidak perlu di cari, namun ia dapat kita ciptakan atau hadirkan di hati kita.
Rasulullah SAW memberikan teladan kepada kita untuk selalu mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai tanda syukur kita. Dengan memaknai “Alhamdulillah” tidak hanya dengan lisan juga dengan hati kita yang sungguh-sungguh meyakini bahwa apa yang terlihat sempit belum tentu sempit, sebaliknya yang terlihat lapang belum tentu lapang.
Kebahagiaan itu tak dapat di ukur oleh apa pun, tidak oleh materi, tidak oleh kecantikan dan ketampanan fisik, tidak pula oleh kedudukan ataupun jabatan. Kebahagiaan itu ada karena rasa syukur terhadap apa-apa yang ada dan tidak ada pada diri kita, pada apa yang ada dan tidak kita miliki. Tak sedikit orang yang tak memiliki harta, hidup selalu dalam kemiskinan dan penderitaan namun ia merasa bahagia. Dan tak sedikit pula orang yang bergelimang dengan harta, jabatan atau ketenaran namun tak sedikit pun merasa bahagia, hidupnya gelisah, stress, kemudian mencari bahagia dengan mengkonsumsi narkoba yang akan memberikannya kebahagiaan sesaat yang semu.
Maka mulailah memaknai “Alhamdulillah” dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada kita. Dia telah memberikan nikmat-Nya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia memberikan kita udara hingga kita dapat bernafas. Dia memberikan kita mata, hidung, kaki dan tangan. Kita berada dalam kenikmatan yang tiada tara namun sering kita tidak menyadarinya. Seringkali kita menghabiskan waktu kita memikirkan sesuatu yang tidak ada sehingga lupa mensyukuri yang sudah ada. Sesungguhnya yang demikian itulah yang akan menghalangi kebahagiaan itu hadir di hati anda. Dengan mengingat segala kenikmatan yang Allah berikan pada Anda, memaknainya dengan “Alhamdulillah”, dan berbagi kenikmatan pada orang-orang disekitar anda -tidak selalu dengan harta yang anda miliki-, dengan senyum ketulusan, dengan kebaikan pekerti anda, dengan kasih sayang anda pada sesama makhluk, anda pasti akan menjadi orang yang berbahagia lahir dan bathin!.
Yang sedang belajar bersyukur,
Cahaya Khairani
Senin, Februari 04, 2008
TIPS! Mengatasi Insomnia
Insomnia adalah penyakit sulit tidur di malam hari, sehingga membuat seseorang hanya bolak-balik di atas ranjang. Untuk mengatasinya, hendaknya melakukan hal-hal berikut :
2. Tidak tidur di siang hari kecuali terpaksa
3. Membaca dan menulis untuk memancing kantuk
(Ya Rabb ku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. QS. Thaha:114)
4. Membuat tubuh lelah dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat.
(Dan, Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. QS. Al-Furqon:47)
5. Mengurangi konsumsi makanan atau minuman stimulan seperti kopi dan teh
(Sumber: Buku La Tahzan)
Surat Cinta Untuk Sahabat
Di Bumi Allah
Bagaimana kabarmu sahabatku…? Telah lewat empat minggu kau tidak menghiraukanku. Sapaku tak kau balas, pesan-pesan singkatku tak kau jawab. Sejujurnya, aku kangen. Pada kebersamaan kita, pada canda tawa kita, pada perhatian dan kebaikan hatimu juga pada cerita-cerita sedihmu. Adakah kau merasakan rindu yang sama, sahabat…? Bila kau merindukannya, bukalah hatimu untuk memaafkanku, bila kau tidak, maka kau harus memaafkanku demi cintamu pada Yang Maha Pemaaf. Bukankah kau sangat mengetahui bahwa Dia membenci umat yang memutuskan silaturahim…? Empat minggu telah berlalu…sedang Rasul-mu memberi batas waktu tiga hari saja.
Sejak sms terakhirku, sikapmu berubah padaku. Sejak itu pula aku terus bertanya-tanya.
“Apakah sebuah kesalahan bila aku ingin menjadi cermin bagi dirimu, sahabatku…?”
Barisan kalimat yang kurangkai dengan sayang, semata ingin agar kau bangkit dari keterpurukan, membalut luka, menghapus air mata, untuk kemudian melangkah dengan kelapangan dada.
“Sahabatku, sekarang bukan lagi saatnya kau terus bertanya, mengapa ia begini? Mengapa ia begitu? Bertanya mengapa hanya akan menimbulkan prasangka-prasangka. Biarkan proses ta’arufmu berakhir dengan indah, dengan ucapan maaf dan terima kasih. Sekarang saatnya kau bertanya, apa yang akan kau kerjakan untuk hidupmu sementara jodoh itu belum datang…”
Ah, sahabatku…aku memang tak cukup arif untuk memberimu nasihat. Mungkin seharusnya aku tetap menjadi pendengar yang baik dan motivator bagimu. Tak sepatutnya aku menasihatimu di saat kepercayaanmu padaku belum lagi pulih. Yah…walau kau coba menguburnya jauh di dasar hatimu, aku dapat merasakan kepercayaan itu tidak mudah untuk kau hadirkan kembali setelah konflik yang terjadi di antara kita dua tahun yang lalu…
Malam itu, usai waktu maghrib, kau menangis di hadapanku, meluapkan seluruh perasaanmu dengan emosi yang tidak dapat kau kendalikan lagi. Kau marah, takut, kecewa dan sedih yang amat sangat…terhadap dosen pembimbing skripsimu yang menurutmu “killer”, suka membentak, dan mengolok-olok mahasiswanya. Kau mengaku selalu ketakutan bila akan menghadapnya dan berurai air mata usai menghadapnya. Ucapan beliau selalu menyakitkan hatimu.
Sahabat, kita mempunyai dosen pembimbing skripsi yang sama, namun apa yang kau rasakan terhadap beliau tidak pernah kurasakan. Aku tahu kenapa, karena kau mempunyai perasaan yang sangat ‘halus’. Kau sangat mudah mengeluarkan air mata (Itu telah kau akui), marah, sedih, kesal, kecewa, bahkan merasa bahagia pun kau menangis. Sering, penerimaanmu negatif pada ucapan orang lain. Ini yang kadang membuatku serba salah di hadapanmu, aku harus super hati-hati memilih kata-kata yang tepat agar dapat kau terima tanpa tersinggung dan berurai air mata. Dengan perasaan ‘halus’ seperti itu, aku dapat memahami bila kau mengaku trauma kembali menghadap dosen untuk konsultasi. Rasa takut itu ternyata terus membayangi langkahmu, menguasaimu hingga kau memilih menunda-nunda penyelesaian skripsimu.
Sahabatku, melihat air mata yang membanjiri pipimu malam itu membuat hatiku tesayat-sayat, betapa inginnya aku mengurangi bebanmu, membantumu kembali berpijak hingga sukses kau raih. Maka otakku pun bekerja mencari jalan keluar. Kemudian, sebuah solusi kutemukan.
***
Bapak (begitu kita menyebutnya) tertawa tak percaya begitu kuceritakan permasalahanmu. Beliau tak menyangka bila ada mahasiswa yang merasa bermasalah dengannya. Bapak memang seorang dosen yang bisa dikatakan dekat dengan mahasiswa, dan sangat perhatian dengan mahasiswa bimbingannya, bukan itu saja, beliau juga suka menolong mahasiswa dengan caranya sendiri yang mahasiswa itu tidak menyadari bahwa ia sedang ditolong Aku sedikit menyesalkan, mengapa kau tidak dapat mengabaikan kekurangan bapak yang kau katakana suka membentak, menyinggung perasaan orang lain dengan mengolok-olok? Bukankah melihat pada kebaikannya akan menjadikanmu merasa lebih baik…?
“Aku sudah berusaha mengingat kebaikan-kebaikan bapak, tapi tetap saja aku merasa sakit dengan sikap dan perkataannya…”
Baiklah kalau begitu, aku akan melakukan sesuatu untukmu, sahabat. Melepaskanmu dari rasa takut dan sakit itu, juga membantu bapak agar ia menyadari, ada hati yang terdzolimi oleh sikap dan perkataannya, hatimu sahabat…
“Kalaupun saya marah, itu bukan dari hati. Saya marah hanya di mulut saja, setelah itu ya sudah, saya lupakan”. Begitulah bapak menyatakan argumennya.
Aku mengerti. Sebagaimana dengan bapak, aku pun mempunyai karakter marah yang hampir sama. Aku akan menangis bila marah, air mataku tak mampu ku tahan. Bila telah menumpahkan seluruh hatiku dan semua alasan yang membuat aku marah, aku akan kembali tersenyum bahkan tidak ingat lagi dengan kemarahanku. Aku pun jadi lebih sayang pada orang yang membuatku marah sebagai tebusan rasa malu dan penyesalan atas kemarahanku.
Tapi tentu saja tidak setiap orang mempunyai karakter marah yang sama.
“
Sahabatku, setelah pembicaraan itu, aku yakin sekali bapak akan berubah sikap, setidaknya di depanmu. Aku percaya, sebagai seorang pendidik tentu beliau tidak ingin anak didiknya gagal hanya karena takut padanya. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kata-kata ketus keluar dari mulutmu.
“Teganya kamu cerita masalahku ke bapak! Bapak itu karakternya memang seperti itu, sampai kapan pun dia tidak akan berubah!”.
Sahabat, seingatku aku telah meminta ijinmu, mungkin kau lupa sehingga reaksimu sedemikian berang. Wajahmu merah padam, sempat tersorot kebencian di matamu. Tiba-tiba aku merasa, setelah ini kau tidak akan mempercayai aku lagi…
***
Sahabat, dua tahun kemudian kau bercerita padaku, sejak peristiwa itu sikap bapak berubah. Bapak sangat ramah bila kau datang menghadapnya, beliau juga menurunkan emosinya segera begitu melihatmu datang, walau sebelumnya beliau tengah memarahi mahasiswa ‘bandel’ yang tidak mengikuti arahannya. Kau tidak harus takut dan menangis lagi, kau bisa berkonsultasi dengan nyaman, dan kau pun akhirnya dapat menyelesaikan skripsimu dengan nilai A.
Diam-diam aku bersyukur…
Namun, rasa sakit itu masih tersisa di hatimu. Kau masih mengungkitnya dan menyalahkan aku…
***
Sahabatku sayang…
Suatu hari, seorang sahabat berkata pada Rasulullah. “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai si Fulan”. Sahabat itu menunjuk pada seorang laki-laki yang berada tidak jauh dari tempatnya dan Rasulullah berdiri. Mendengar perkataan sahabat, Rasulullah menyuruh sahabat itu untuk mengatakan rasa cintanya itu kepada si Fulan.
Aku tak cukup punya keberanian untuk mendatangimu dan mengatakannya, sahabat… Lidahku selalu terasa kelu untuk mengatakannya. Maka biarlah goresan pena ini yang menyampaikannya padamu.
“Sahabat, aku menyayangimu karena Allah”
Dan rasa sayang itulah yang mendorongku untuk berjanji pada diriku sendiri ketika kau mengeluh padaku.
“Mengapa teman-teman yang sudah menikah sekarang jadi cuek, tidak peduli lagi pada keadaan saudaranya…?”.
Saat itulah aku berjanji dalam hati, bila saatnya aku menikah nanti, aku akan tetap peduli pada teman-temanku, Memberi ruang pada mereka di hatiku, dan selalu ada bila mereka membutuhkanku. Karena boleh jadi, pernikahan diijinkan Allah terjadi disebabkan oleh do’a saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, yang dengan ketulusan mereka telah mampu membuka pintu langit. Allah mendengar, dan mengabulkan do’a mereka, kemudian mengirimkan jodoh untukku juga untukmu…
Untuk itulah sahabatku, sebisa mungkin kuluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhanmu, bahkan terkadang aku terlalu ingin menyelam jauh ke dasar hatimu, yang kau tanggapi dengan dingin.
“Jangan kira kamu mengerti tentang aku”.
Kau benar sahabat, delapan tahun belumlah cukup untuk aku dapat mengerti dirimu…karena itu, ijinkan aku tetap di sisimu untuk berusaha lebih keras lagi belajar mengerti…Ijinkan aku membayar janjiku…
Sahabatku, maafkanlah aku, bukalah hatimu untuk kembali mempercayaiku, untuk kembali merajut persahabatan yang indah seperti dulu…
Dariku,
Sahabatmu
Surat Cinta Untuk Sahabat
Teruntuk : Sahabatku
Di Bumi Allah
Bagaimana kabarmu sahabatku…? Telah lewat empat minggu kau tidak menghiraukanku. Sapaku tak kau balas, pesan-pesan singkatku tak kau jawab. Sejujurnya, aku kangen. Pada kebersamaan kita, pada canda tawa kita, pada perhatian dan kebaikan hatimu juga pada cerita-cerita sedihmu. Adakah kau merasakan rindu yang sama, sahabat…? Bila kau merindukannya, bukalah hatimu untuk memaafkanku, bila kau tidak, maka kau harus memaafkanku demi cintamu pada Yang Maha Pemaaf. Bukankah kau sangat mengetahui bahwa Dia membenci umat yang memutuskan silaturahim…? Empat minggu telah berlalu…sedang Rasul-mu memberi batas waktu tiga hari saja.
Sejak sms terakhirku, sikapmu berubah padaku. Sejak itu pula aku terus bertanya-tanya.
“Apakah sebuah kesalahan bila aku ingin menjadi cermin bagi dirimu, sahabatku…?”
Barisan kalimat yang kurangkai dengan sayang, semata ingin agar kau bangkit dari keterpurukan, membalut luka, menghapus air mata, untuk kemudian melangkah dengan kelapangan dada.
“Sahabatku, sekarang bukan lagi saatnya kau terus bertanya, mengapa ia begini? Mengapa ia begitu? Bertanya mengapa hanya akan menimbulkan prasangka-prasangka. Biarkan proses ta’arufmu berakhir dengan indah, dengan ucapan maaf dan terima kasih. Sekarang saatnya kau bertanya, apa yang akan kau kerjakan untuk hidupmu sementara jodoh itu belum datang…”
Ah, sahabatku…aku memang tak cukup arif untuk memberimu nasihat. Mungkin seharusnya aku tetap menjadi pendengar yang baik dan motivator bagimu. Tak sepatutnya aku menasihatimu di saat kepercayaanmu padaku belum lagi pulih. Yah…walau kau coba menguburnya jauh di dasar hatimu, aku dapat merasakan kepercayaan itu tidak mudah untuk kau hadirkan kembali setelah konflik yang terjadi di antara kita dua tahun yang lalu…
Malam itu, usai waktu maghrib, kau menangis di hadapanku, meluapkan seluruh perasaanmu dengan emosi yang tidak dapat kau kendalikan lagi. Kau marah, takut, kecewa dan sedih yang amat sangat…terhadap dosen pembimbing skripsimu yang menurutmu “killer”, suka membentak, dan mengolok-olok mahasiswanya. Kau mengaku selalu ketakutan bila akan menghadapnya dan berurai air mata usai menghadapnya. Ucapan beliau selalu menyakitkan hatimu.
Sahabat, kita mempunyai dosen pembimbing skripsi yang sama, namun apa yang kau rasakan terhadap beliau tidak pernah kurasakan. Aku tahu kenapa, karena kau mempunyai perasaan yang sangat ‘halus’. Kau sangat mudah mengeluarkan air mata (Itu telah kau akui), marah, sedih, kesal, kecewa, bahkan merasa bahagia pun kau menangis. Sering, penerimaanmu negatif pada ucapan orang lain. Ini yang kadang membuatku serba salah di hadapanmu, aku harus super hati-hati memilih kata-kata yang tepat agar dapat kau terima tanpa tersinggung dan berurai air mata. Dengan perasaan ‘halus’ seperti itu, aku dapat memahami bila kau mengaku trauma kembali menghadap dosen untuk konsultasi. Rasa takut itu ternyata terus membayangi langkahmu, menguasaimu hingga kau memilih menunda-nunda penyelesaian skripsimu.
Sahabatku, melihat air mata yang membanjiri pipimu malam itu membuat hatiku tesayat-sayat, betapa inginnya aku mengurangi bebanmu, membantumu kembali berpijak hingga sukses kau raih. Maka otakku pun bekerja mencari jalan keluar. Kemudian, sebuah solusi kutemukan.
***
Bapak (begitu kita menyebutnya) tertawa tak percaya begitu kuceritakan permasalahanmu. Beliau tak menyangka bila ada mahasiswa yang merasa bermasalah dengannya. Bapak memang seorang dosen yang bisa dikatakan dekat dengan mahasiswa, dan sangat perhatian dengan mahasiswa bimbingannya, bukan itu saja, beliau juga suka menolong mahasiswa dengan caranya sendiri yang mahasiswa itu tidak menyadari bahwa ia sedang ditolong Aku sedikit menyesalkan, mengapa kau tidak dapat mengabaikan kekurangan bapak yang kau katakana suka membentak, menyinggung perasaan orang lain dengan mengolok-olok? Bukankah melihat pada kebaikannya akan menjadikanmu merasa lebih baik…?
“Aku sudah berusaha mengingat kebaikan-kebaikan bapak, tapi tetap saja aku merasa sakit dengan sikap dan perkataannya…”
Baiklah kalau begitu, aku akan melakukan sesuatu untukmu, sahabat. Melepaskanmu dari rasa takut dan sakit itu, juga membantu bapak agar ia menyadari, ada hati yang terdzolimi oleh sikap dan perkataannya, hatimu sahabat…
“Kalaupun saya marah, itu bukan dari hati. Saya marah hanya di mulut saja, setelah itu ya sudah, saya lupakan”. Begitulah bapak menyatakan argumennya.
Aku mengerti. Sebagaimana dengan bapak, aku pun mempunyai karakter marah yang hampir sama. Aku akan menangis bila marah, air mataku tak mampu ku tahan. Bila telah menumpahkan seluruh hatiku dan semua alasan yang membuat aku marah, aku akan kembali tersenyum bahkan tidak ingat lagi dengan kemarahanku. Aku pun jadi lebih sayang pada orang yang membuatku marah sebagai tebusan rasa malu dan penyesalan atas kemarahanku.
Tapi tentu saja tidak setiap orang mempunyai karakter marah yang sama.
“
Sahabatku, setelah pembicaraan itu, aku yakin sekali bapak akan berubah sikap, setidaknya di depanmu. Aku percaya, sebagai seorang pendidik tentu beliau tidak ingin anak didiknya gagal hanya karena takut padanya. Tapi alangkah terkejutnya aku ketika kata-kata ketus keluar dari mulutmu.
“Teganya kamu cerita masalahku ke bapak! Bapak itu karakternya memang seperti itu, sampai kapan pun dia tidak akan berubah!”.
Sahabat, seingatku aku telah meminta ijinmu, mungkin kau lupa sehingga reaksimu sedemikian berang. Wajahmu merah padam, sempat tersorot kebencian di matamu. Tiba-tiba aku merasa, setelah ini kau tidak akan mempercayai aku lagi…
***
Sahabat, dua tahun kemudian kau bercerita padaku, sejak peristiwa itu sikap bapak berubah. Bapak sangat ramah bila kau datang menghadapnya, beliau juga menurunkan emosinya segera begitu melihatmu datang, walau sebelumnya beliau tengah memarahi mahasiswa ‘bandel’ yang tidak mengikuti arahannya. Kau tidak harus takut dan menangis lagi, kau bisa berkonsultasi dengan nyaman, dan kau pun akhirnya dapat menyelesaikan skripsimu dengan nilai A.
Diam-diam aku bersyukur…
Namun, rasa sakit itu masih tersisa di hatimu. Kau masih mengungkitnya dan menyalahkan aku…
***
Sahabatku sayang…
Suatu hari, seorang sahabat berkata pada Rasulullah. “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai si Fulan”. Sahabat itu menunjuk pada seorang laki-laki yang berada tidak jauh dari tempatnya dan Rasulullah berdiri. Mendengar perkataan sahabat, Rasulullah menyuruh sahabat itu untuk mengatakan rasa cintanya itu kepada si Fulan.
Aku tak cukup punya keberanian untuk mendatangimu dan mengatakannya, sahabat… Lidahku selalu terasa kelu untuk mengatakannya. Maka biarlah goresan pena ini yang menyampaikannya padamu.
“Sahabat, aku menyayangimu karena Allah”
Dan rasa sayang itulah yang mendorongku untuk berjanji pada diriku sendiri ketika kau mengeluh padaku.
“Mengapa teman-teman yang sudah menikah sekarang jadi cuek, tidak peduli lagi pada keadaan saudaranya…?”.
Saat itulah aku berjanji dalam hati, bila saatnya aku menikah nanti, aku akan tetap peduli pada teman-temanku, Memberi ruang pada mereka di hatiku, dan selalu ada bila mereka membutuhkanku. Karena boleh jadi, pernikahan diijinkan Allah terjadi disebabkan oleh do’a saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, yang dengan ketulusan mereka telah mampu membuka pintu langit. Allah mendengar, dan mengabulkan do’a mereka, kemudian mengirimkan jodoh untukku juga untukmu…
Untuk itulah sahabatku, sebisa mungkin kuluangkan waktu untuk mendengar keluhan-keluhanmu, bahkan terkadang aku terlalu ingin menyelam jauh ke dasar hatimu, yang kau tanggapi dengan dingin.
“Jangan kira kamu mengerti tentang aku”.
Kau benar sahabat, delapan tahun belumlah cukup untuk aku dapat mengerti dirimu…karena itu, ijinkan aku tetap di sisimu untuk berusaha lebih keras lagi belajar mengerti…Ijinkan aku membayar janjiku…
Sahabatku, maafkanlah aku, bukalah hatimu untuk kembali mempercayaiku, untuk kembali merajut persahabatan yang indah seperti dulu…
Dariku,
Sahabatmu
Rabu, Januari 30, 2008
Niat Saja Tak Cukup, Berbuatlah...
(Bayu Gawtama)
Subuh Terindah
Rembulan fajar berwarna kuning kemerah-merahan sudah hampir setiap hari menemani langkah para jamaah. Ia kadang hadir sebulat penuh, meski kadang malu mengintip dengan sepertiga tubuhnya saja. Namun bulat penuh maupun separuhnya, tetaplah indah. Demikian pula dengan angin yang menembus tipis jaket atau gamis yang dipakai para jamaah, udara pagi itu juga membawa serta aroma fajar yang menyejukkan. Siapa pun yang mengayunkan langkah di waktu itu, akan memanfaatkannya dengan menghirup panjang udara bersih anugerah Allah. Bagus untuk kesehatan, terlebih buat seorang pengidap asma seperti saya.
Tetapi subuh pagi ini terasa lebih indah bukan karena semua keindahan fajar yang biasa dinikmati setiap hari itu. Subuh ini, begitu melangkahkan kaki menaiki anak tangga, belum sempat melakukan shalat sunnah, sesuatu terasa aneh di perut saya yang memaksa tubuh ini berlari ke area tempat wudhu dan segera mencari toilet. Entah apa yang saya makan semalam sehingga perut terasa mulas dan harus menyelesaikannya di toilet masjid.
Ternyata butuh waktu agak lama untuk menghilangkan rasa mulas itu, saya pun berpikir akan tertinggal jamaah. Segera setelah selesai dan mengambil wudhu, tubuh ini pun saya paksa untuk berlari – lebih cepat dari saat tadi menuju toilet- agar tidak tertinggal jamaah. Sedetik kemudian, saya merasa terharu dengan apa yang saya lihat dalam hitungan detik itu. Sejak saya keluar dari toilet, kemudian saya berwudhu hingga terus berlari ke dalam masjid, posisi barisan jamaah dalam keadaan ruku’. Sehingga ketika saya merapatkan barisan dalam jamaah, saya masih mendapatkan nilai jamaah dalam sholat saya.
Sungguh, saya berterima kasih dengan Pak Wahid, salah seorang warga baru yang menjadi imam subuh pagi ini. Saya memang tidak bertanya langsung apakah beliau sengaja memperlama ruku’ untuk menunggu saya atau karena hal lain. Yang pasti sampai usai sholat subuh bibir ini masih tertutup rapat tak melayangkan pertanyaan itu, bahkan ketika kami semua satu persatu beranjak dari masjid, pertanyaan itu menyelinap dalam-dalam di sisi tercuram hati ini.
Biarlah saya yang terus mengagumi keindahan subuh dan menuangkannya dalam tulisan ini. Berharap ragam keindahan subuh, juga di waktu-waktu shalat berjamaah lainnya terus bertumbuh layaknya bunga-bunga yang merekah di musim semi, seolah musim gugur takkan pernah terjadi. (gaw)
Rabu, Januari 09, 2008
Menggapai Derajat Siddiqin
Pengertian As-sidq
Dari segi bahasa, sidiq berasal dari kata shadaqa yang memiliki beberapa arti yang satu sama lain saling melengkapi.
Lawan kata siddiq adalah kadzib (dusta). Di antara arti sidiq adalah: benar, jujur/ dapat dipercaya, ikhlas, tulus, keutamaan, kebaikan, dan kesungguhan. Sidiq di sini lebih dekat dengan sebuah sikap pembenaran terhadap sesuatu yang datang dari Allah dan Rasulullah saw. yang berangkat dari rasa dan naluri keimanan yang mendalam. Contoh, kisah Abu Bakar sebagai penguatnya. Karena beliau dapat membuktikan implementasi keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan membenarkan peristiwa Isra’ dan Mi’raj, di waktu tiada orang yang mempercayai Rasulullah saw.
Para ulama memiliki beragam gambaran, diantaranya:
- Shidiq adalah menyempurnakan amal untuk Allah.
- Shidiq adalah kesesuaian dzahir (amal) dengan bathin (iman). Karena orang yang dusta adalah mereka yang dzahirnya lebih baik dari bathinnya.
- Shidiq adalah ungkapan yang haq, kendatipun memiliki resiko yang membayahakan dirinya.
- Shidiq adalah perkataan yang haq pada orang yang ditakuti dan diharapkan.
- Sidiq Merupakan Hakekat Kebaikan
- Sidiq merupakan hakekat kebaikan yang memiliki dimensi yang luas, karena mencakup segenap aspek keislaman. Hal ini tergambar jelas dalam firman Allah swt. dalam surat Al-Baqarah: 177.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
Dalam ayat ini digambarkan sidiq yang meliputi keimanan, menginfakkan harta yang dicintai, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji, bersabar dalam kesulitan dst. Oleh karena itulah, dalam ayat lain, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa bersama-sama orang yang sidiq: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (sidiq).” (At-Taubah: 119)
Membaca Hadits-hadits Tentang Sidiq
Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihinnya menyebutkan enam hadits dalam bab sidiq. Dari keenam hadits tersebut dapat disimpulkan hal-hal berikut:
“Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah SAW.. bersabda; ‘Sesungguhnya sidiq itu menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan membawanya ke dalam surga…’ (Mutafaqun ‘alaih)
Sementara itu lawan dari sidiq, yaitu kadzib merupakan sumber dari keburukan: “Dan sesungguhnya kedustaan itu membawa kepada keburukan, dan keburukan itu membawa kepada api neraka.” (Mutafaqun ‘alaih)
Sidiq merupakan ketenangan. Dari Abu Haura’ As-Sa’dy, aku berkata kepada Hasan bin Ali ra, apa yang kamu hafal dari hadits Rasulullah saw..? Beliau berkata, aku hafal hadits dari Rasulullah saw..: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kebenaran membawa pada ketenangan dan dusta itu membawa pada keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi)
Sidiq merupakan perintah Rasulullah saw. Hal ini dikatakan oleh Abu Sufyan ketika bertemu dengan raja Hirakleus: “Apa yang dia perintahkan pada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, meninggalkan semua ajaran nenek moyang, mendirikan shalat, bersikap sidiq (jujur/ benar), sopan santun dan menyambung tali persaudaraan.” (Mutafaqun ‘alaih)
Rasulullah saw. mengatakan: “Barangsiapa yang meminta kesyahidan kepada Allah swt. dengan sidiq (sebenar-benarnya), maka Allah akan menempatkannya pada posisi syuhada’, meskipun ia meninggal di atas ranjangnya.” (HR. Muslim)
Sidiq akan mengantarkan seseorang pada keberkahan dari Allah swt. Rasulullah saw. mengemukakan: “Penjual dan pembeli keduanya bebas belum terikat selagi mereka belum berpisah. Maka jika benar dan jelas kedua, diberkahi jual beli itu. Tetapi jika menyembunyikan dan berdusta maka terhapuspah berkah jual beli tersebut.” (Mutafaqun ‘alaih)
Derajat Siddiqin bersama Para Nabi, Syuhada’ dan Shalihin
Selain mendapatkan ampunan dan pahala yang besar, para siddiqin juga akan menempati posisi yang tinggi di sisi Allah kelak di akhirat. Mereka akan disatukan bersama para nabi dan orang-orang yang mati syahid, serta para shalihin. Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (An-Nisa’: 69)
Sidiq Merupakan Sifat Para Nabi
Dalam Al-Qur’an setidaknya Allah menyebutkan tiga nabi yang memiliki sifat siddiq ini. Yang pertama adalah Nabiullah Ibrahim a.s. Allah memujinya karena memiliki sifat ini: “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.” (Maryam: 41)
Kemudian yang kedua adalah Nabiullah Idris a.s. Allah juga memujinya dalam Al-Qur’an karena memiliki sifat sidiq. Allah berfirman: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.” (Maryam: 56)
Adapun yang ketiga adalah Nabiullah Yusuf a.s. Beliau membuktikan kebenaran keimanannya kepada Allah dengan menolak ajakan Zulaikha untuk berbuat zina, meskipun disertai dengan ancaman dalam surat Yusuf ayat 51: “Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): "Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?" mereka berkata: "Maha sempurna Allah, Kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya". berkata isteri Al Aziz: "Sekarang jelaslah kebenaran itu, Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan Sesungguhnya Dia Termasuk orang-orang yang benar."
Ciri-ciri Orang yang Sidiq
Orang yang sidiq memiliki beberapa ciri, diantara ciri-ciri mereka yang Allah gambarkan dalam al-Qur’an adalah:
1. Teguh dan tegar terhadap apa yang dicita-citakan (diyakininya). Allah swt. mencontohkan dalam Al-Qur’an, orang-orang yang sidiq terhadap apa yang mereka janjikan (bai’atkan) kepada Allah.
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)” (Al-Ahzab: 23).
2. Tidak ragu untuk berjihad dengan harta dan jiwa. Allah berfirman dalam Al-Qur’an (Al-Hujuraat: 15):
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar”
3. Memiliki keimanan kepada Allah, Rasulullah saw., berinfaq, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji dan sabar.
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa” (Al-Baqarah: 177)
4. Memiliki komitmen yang kuat terhadap Islam. Allah mengatakan dalam Al-Qur’an: “Barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus.” (Ali Imran: 101)
Cara Mencapai Sifat Sidiq
Setelah kita melihat urgensitas sifat sidiq ini, maka setidaknya muncul dalam hati kita keinginan untuk melengkapi diri dengan sifat ini. Karena sifat ini benar-benar merupakan intisari dari kebaikan. Dan sifat ini pulalah yang dimiliki oleh sahabat yang paling dicintai Rasulullah saw., yaitu Abu Bakar Asidiq. Ada beberapa cara yang semoga dapat membantu menumbuhkan sifat ini:
1. Senantiasa memperbaharui keimanan dan keyakinan kita (baca; ketsiqahan) kepada Allah swt. Karena pondasi dari sifat sidiq ini adalah kuatnya keyakinan kepada Allah.
2. Melatih diri untuk bersikap jujur diamana saja dan kapan saja serta kepada siapa saja. Karena kejujuran merupakan karakter mendasar sifat sidiq.
3. Melatih diri untuk senantiasa membenarkan sesuatu yang datang dari Allah (Al-Qur’an dan sunnah) , meskipun hal tersebut terkesan bertentangan dengan rasio. Karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah. Sementara ijtihad manusia masih sangat memungkinkan adanya kesalahan.
4. Senantiasa melatih diri untuk komitmen dengan Islam dalam segala aspeknya; aqidah, ibadah, akhlaq dan syari’ah. Karena salah satu ciri siddiqin adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam: “Barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus.” (Al-Baqarah: 101)
5. Sering mentadaburi ayat-ayat Allah, hadits-hadits Rasulullah saw. mengenai sifat sidiq. Karena mentadaburi ayat dan hadits juga merupakan cara tersendiri yang sangat membekas dalam jiwa manusia.
6. Senantiasa membuka-buka lembaran-lembaran sejarah kehidupan salafu shalih, terutama pada sikap-sikap mereka yang menunjukkan kesiddiqannya.
7. Memperbanyak dzikir dan amalan-amalan sunnah. Karena dengan hal-hal tersebut akan menjadikan hati tenang dan tentram. Hati yang seperti ini akan mudah dihiasi sifat sidiq.
Yang kita khawatirkan adalah munculnya sifat kadzib, sebagai lawan dari sidiq dalam jiwa kita. Karena tabiat hati, jika tidak dihiasi dengan sifat yang positif, maka ia akan terisi dengan sifat negatifnya. Oleh karena itulah, mari kita menjaga hati dengan menjauhi sifat munafiq dan kedustaan, yang dapat menjauhkan kita dari sifat sidiq.
Dinukil dari Rikza Maulan, M.Ag